Senin, 25 Februari 2019

FROM LONDON TO GERMANY (KELUARGA BACKPACKERAN BAGIAN KEENAM)


6. From London to Germany

               Tetes air hujan menimpa kaca jendela Megabus disamping kursiku, mengalir membentuk jalur yang terus bergerak kebawah berkelok-kelok. Dini hari Jumat 30 Juni 2017 dalam perjalanan menuju London, sambil senyam-senyum mengenang perjalanan seharian kemarin di Manchester, melalui jendela bus, aku menatap jalanan yang sepi, rumah-rumah, kebun dan pepohonoan. Tiba-tiba tabletku bergetar, alarm tanda waktu sholat subuh. Kulihat disampingku, Daeng terlelap nyenyak. Kusenggol dengan sikut kiriku.

                “waktunya, sholat subuh,” bisiku pelan namun mampu menyadarkan Daeng dari lelap tidurnya.
                “huaa….,” Daeng menguap dan beranjak menuju toilet di kabin bawah.
Kuraba dinding Bus dibawah jendela dengan  dua telapak tanganku, meniupnya dan mengusapkannya kewajahku, lalu kuusap kedua telapakntanganku hingga pergelangan secara bergantian. Kurapikan pakaianku meyakinkan tidak ada aurat yang terbuka, lalu sholat 2 rakaat dengan niat sholat subuh. Tidak lama berselang, Daeng tiba di jok sampingku, ia melakukan hal yang sama denganku. Selesai sholat aku membangunkan mbak Erna dan Novi yang duduk di jok depan kami. Merekapun melakukan hal sama dengan kami. Berhubung persediaan air sangat terbatas maka tayamum menjadi pilihan kami.

                Kurang lebih 5 jam di perjalanan, akhirnya kami tiba di stasiun bus Victoria, London. Suasana sangat sepi, karena hari masih sangat pagi. Dingin dan lapar menerpa diri kami. Satu-satunya Café yang buka 24 ja hanya Star Buck, penuh oleh pengunjung yang mencari kehangatan. Kopi menjadi menu utama yang mereka serbu. Mba Erna memesan 4 cup coklat panas dan 4 buah roti croissant. Kami menghabiskan sarapan di Star Buck sambil menunggu hari agak siang. Beberapa puluh menit berlalu, kamipun beranjak dari staiun bus menuju stasiun bawha tanah, Victoria Underground station, dengan berjalan kaki menyususri jalan Buckingham palace Road. Suasana sudah mulai ramai, bus- bus tingkat merah, double decker, sudah berlalu lalang di jalanan. Kami menyempatkan diri berfoto dengan latar belakang double-decker merah khas London.


                Destinasi kami hari ini adalah Wisma Nusantara di Bishop Grove N2, untuk menemui mas Aan, teman kami yang saat itu sedang di London juga untuk mengajar angklung kepada ibu- ibu istri pegawai yang bertugas di London. Mas Aan adalah teman kami di UPI dulu saat aktif bermain angklung di KABUMI UPI, yaitu kegiatan mahasiswa yang bergerak dibidang kesenian. Mbak Erna sudah mengkonfirmasikan kedatangan kami kepada mas Aan. Tapi ternyata mas Aan sendiri tidak tinggal di Wisma Nusantara, tapi di wisma mahasiswa Indonesia kalo tidak salah. Dan saat itu mas Aan juga dalam perjalanan menuju tempat yang sama yaitu  Wisma Nusantara.

                Dari stasiun bawah tanah kami ambil tube dengan platform 3 menuju Euston Underground station dengan melewati 5 pemberhentian. Dari Euston kami ganti dengan platform 1 menuju East Finchley Underground station dengan melewati 8 pemberhentian. Dari sini kami harus jalan kaki lagi unutk menuju Bishop Avenue. Kami sempat menanyakan arah menuju ke Bishop Evenue kepada seorag pria yang berpapasan dengan kami di pintu keluar stasiun. Lalu kami mengikuti petunjuknya.  Dari depan satsiun kami menyususri jalan Great North Road. Banyak rumah-rumah yang berpagarkan tanaman hijau di sepanjang jalan yang kami lalui. Seperti biasa penasaran belum menjumpai jalan yang dimaksud, kami bertanya lagi pada seseorang yang kami temui di jalan. Prinsip kami tetap sama, malu bertanya sesat di jalan, walau kadang banyak bertanya malu-maluin di jalan.

Taxi London (Dok Pribadi)
                Tiba di perempatan jalan, bingo! Kami menemukan jalan Bishop Avenue, kata mas Aan, kalau sudah ketemu jalan Bishop Avenue, lurus saja nanti beloknya di Bishop Grove N2. Lalu kamipun menyusuri jalan Bishop Avenue yang masih sepi, kiri-kanan jalan nampak rumah-rumah besar dengan halaman luas dikelilingi pagar yang rapat, dilengkapi dengan kamera CCTV. Sepertinya rumah-rumah orang penting atau orang-orang kaya, mungkin. Tibalah kami diperempatan jalan yang kami kira ada tulisan Bishop Grove –nya, ternyata bukan. Kami berjalan kembali menyusuri perumahan mewah nan luas hingga kami menemukan perempatan jalan yang lebih lebar dengan dua jallur. Ternyata itu jalan Aylmer Road. Kami menyebarang jalan setelah memencet tombol di samping traffic light agar kendaaran yag lewat memberi kesempatan kepada kami untuk menyebrang jalan. Setelah menyususri kembali Bishop Avenue, akhirnya kami menemukan Bishop Grove N2 di sebelah kiri jalan. Tak ayal lagi kamipun menyebrang menuju jalan tersebut. Begitu masuk jalan Bishop Grove N2 kami menemukan sebuah mobil taxi London berwarna hitam yang unik dan keren. Tentu saja kami menyempatkan diri berfoto dengan mobil itu. Mumpung masih di London.


                Jalanan aspal  yang kami lalui agak sedikit menanjak, kiri kananya terdapat pagar tanaman yang tinggi dan rapat. Di ujung jalan tampak gerbang pintu dari bata merah dengan pagar dari besi berwarna hitam. Disisi kiri gerbang terdapat lambang negara Indonesia Burung Garuda berwarna emas. Dibawahnya terdapat tulisan “EMBASSY OF THE REPUBLIC INDONESIA. Wisma NUSANTARA. Tiba disini kami agak bingung bagaimana kami bisa masuk ke dalam. Suasana sangat sepi mungkin terlalu pagi kami datang. Akhirnya kami menemukan tombol bel dan memijitnya. Untuk beberapa saat tidak ada reaksi dari dalam. Kami masih bengong di depan gerbang persis orang hilang. Seorang pria setengah baya dengan perawakann kekar berkaos hitam keluar dari samping bangunan utama. Ia melangkah mendekati, dengan tatapan agak mencurigai. Mungkin dia berfikir ini ada orang pengungsi dari Indonesia yang nyasar dan mau minta perlindungan.


                Setelah kami menjelaskan bahwa kami adalah teman mas Aan dan tujuan kami untuk bertemu mas Aan di tempat ini sesuai kesepakatan dengan mas Aan sebelumnya. Akhirnya pria tadi membukakan pintu dan mempersilahkan kami masuk. Bangunan Wisma Nusantara bentuknya sederhana berdinding bata merah. Teras depan Pintu masuk berpilar putih begitupun kusen pintu dicat putih. Di kiri-kanan terdapat jendela berbingkai putih. Di atas pintu terpampang Burung Garuda Emas. Sebelum ruangan utama kami melewati ruang tamu kecil. Disana terdapat meja kerja dari kayu jati berhias ukiran jepara beralaskan kaca. Tangga melingkar ke lantai atas di sebelah kiri dan kanan ruangan. Patung-patung dan hiasan-hiasan khas Nusantara menambah indah ruangan. Di ruang utama kami dipersilahkan duduk di kursi yang menhelilingi meja panjang. Tidak lama kemudian muncul seorang wanita, dari cara bicaranya kemungkinan dia keturunan jawa. Wanita itu membawakan kami beberapan cangkir teh manis hangat dan penganan dalam piring. Ia meletakkannya di atas meja besar dan mempersilahkan kami untuk meminumnya. Ternyata ia adalah kepala rumah tangga di wisma ini. kami menceritakan asal dan awal perjalanan kami hingga tiba di wisma ini. wanita itupun menyambutnya denagn ramah.


                Disebelah kiri ruang utama terdapat ruang untuk berlatih angklung lengkap dengan peralata angklung, akompanye, perkusi, Bas dan partiture. Selang beberapa menit akhirnya mas Aan datang. Senang sekali kami bisa berjumpa dengan teman setanah air di negeri orang, bahkan saya pribadi jarag bertemu dengan mas Aan sendiri di tanah airpun, karena saya tinggal di Indramayu sementara mas Aan walau asli orang Cirebon tapi beliau tinggal di Bandung. Kemudian mulailah berdatangan ibu- ibu yang akan berlatih angklung bersama mas Aan. Ternyata salah satu dari ibu- ibu itu adalah istri dari pejabat atase kebudayaan yaitu istri dari professor  Aminudin Aziz yang juga Dosen saya sewaktu saya kuliah di IKIP Bandung. Kami ngobrol sebentar dan segera pamit karena ibu-ibu itu akan segera berlatih dan kamipun harus segera pergi menuju destinasi selanjutnya yaitu masjid central London serta menjemput ibu di Plaistow.


                Dari wisma Nusantara kami kembali berjalan kaki hingga jalan besar yang kami sebrangi tadi yaitu Aylmer Road. Ibu Aminudin tadi sempat memberi saran kepada kami untuk mengambil moda bus no 102 dengan tujuan akhir Golders Green di halte sebelah kiri jalan, jadi kami tidak perlu menyebrang jalan. Tak lama kemudian bis yang kami tunggu datang. Satu persatu dari kami menaiki bus dengan menempelkan kartu oyster sebangai alat pembayaran non  tunai. Namun saat kartu oysterku ditempelkan ke kotak sensor, mesin sensornya  tidak mersepon. Ternyata pulsa di kartuku sudah habis. Lalu aku pakai kartu milik ibu yang kebetulan ditiipkan ibu kepadaku hari sebelumnya, dan ternyata sama tidak merespon. Kami jadi bingung, sementara disekitar sini tidak ada kedai penjual pulsa. Lalu driver menyarankan untuk menggunakan kartu debet atau kartu kredit. Namun saat digesek sensorpun tetap tidak merspon. Jadi bagaimana nih? Dalam kebimbangan itu sang draiver akhirnya mempersilahkan aku naik dengan free charge. Driver yang baik hati. Mungkin ia merasa kasian kepadaku.


                “Thank you so much, sir.” Ucapku dengan senyum semanis mungkin. Dia hanya menggut-manggut dan mejalankan bus setelah pintu tertutup rapat. Dengan perasaan lega kami duduk di dalam bus. Untuk dapat melanjutkan perjalanan kami  harus mengisi pulsa kartu pyster kami. Maka sepanjang jalan dalam bus kami mengamati jika ada toko yang menjual pulsa oyster. Setelah kami melewati beberapa halte kami sempat melihat ada toko yang menjual pulsa oyster. Maka kamipun segera turun di halte berikutnya. Kemudian berjalan kaki ke toko yang tadi kami sempat lihat saat berada dalam bus. Tokonya tidak terlalu besar, menjual makanan kecil, miunuman, pernak-pernik assesoris dan souvenir. Kami mengisi semua kartu dengan pulsa yang diperkirakan cukup untuk perjalana kami selama di london seharian ini. beruntung kartu debet mba Erna bisa dipergunakan untuk membayar belanjaan kami. Kami naik bus jurusan yang sama dengan sebelumnya dan turun di Addison way stop C. lalau berganti bus no. 13 jurusan Victoria. Kebetulan bus double decker yang kami tumpangi tidak terlalu banyak penumpang, jadi kami bebas memilih kursi yang kami sukai. Kami memilih kursi di deck atas /lantai kedua. Di stop P yaitu London central mosque kami turun dan berjlan kaki sekitar 200 meter menuju masjid.

                Saat itu hari jumat menjelang waktu dhuhur, jadi sudah banyak orang-orang yang berkerumun di depan masjid. Kami mencari kantin masjid untuk membeli makanan sambil menunggu Daeng sholat Jum’at nanti. Ternyata di kantin masjid itu dijual timur tengah dan makanan turki jadi kami memesan nasi briyani 3 porsi. Jus jeruk kemasan 4 buah dan sosis beberapa potong. Daeng segera menuju masjid untuk mengikuti sholat jumat karena adzan sudah berkumandang. Sementara kami bertiga menunggu di kantin sambil makan siang. Sementara mbak Erna setelah makan beberapa sendok nasi dan sosis segera keluar  untuk melanjutkan perjalanan menjemput ibu di plaistow karena Ema yang dititipi ibu harus meninggalkan rumah karena ada keperluan di luar rumah. Maka, aku dan novi menunggu di kantin masjid.

                Ternyata porsi nasi yag kami beli sangat banyak. Untung tadi kami hanya memesan 3 porsi saja. itupun masih tersisa banyak. Setelah sholat jumat usai dan Daeng tiba kembali di kantin untuk makan siang, kini giliran Aku dan novi untuk menunaikan sholat dhuhur dijama dengan ashar. Kami naik terlebih dahulu ke lantai atas, karena kantin terletak di lantai dasar bagian mesjid, lalu urun lagi ke lantai dasar untuk mengambil wudhu. Di lantai dasar sudah banyak ibu-ibu, kebanyakan orang-orang turki. Kami mengantri untuk ke toilet dan tempat wudhu. Tidak seperti di toilet umum lainnya, di sisni kami bisa menemukan gayung dan ember kecil untuk bersih-bersih. Setelah bersih-bersih di toilet kami berwudhu di kran air yang berjejer di ruang tempat wudhu.

                Saat antri berwudhu aku berpapasan dengan seorang ibu dengan anak perempuannya , orang Indonesia. Kami saling menyapa dan menayakan asal. Ternyata ibu dan anak gadisnya tadi orang Cirebon, ya tetanggalah dengan Indramayau. Senang rasanya bertemu saudara sekampung di negeri orang. Mereka datang bertiga dengan suaminya. Dan baru beberapa hari berada di London. Dilantai dasar itu ada ruangan khusus untuk sholat wanita, jadi kami tidak sholat di ruang utama masjid sebagaimana para pria biasa sholat.  Selesai sholat kami kembali ke kantin mengambil barang-barang bawaan yang tadi ditinggal disana bersama Daeng yang sedang makan siang.

                Dari depan masjid di Alpha Close (stop A) kami naik bus no. 13 Jurusan Victoria. Setelah melewati 6 pemberhentian kamit turun di Marble Arch Station Park Lane (Stop R). Lalu kami berjalan kaki beberapa meter menuju Underground station untuk menggunakan tube central merah dan turun di stasiun Queensway. Dari Queensway kami jalan kaki kearah utara lalu belok kanan ke jalan inverness menuju hostel tempat kami menitipkan koper-koper kami dua hari yang lalu sebelum berangkat ke Manchester. 

                Koper-koper sudah siap kami turunkan dari gudang penyimpanan. Sekarang kami tinggal menunggu mba Erna yang sedang menjemput ibu di rumah Ema di Plaistow. Kami menunggu di lobi hostel sambil mencas telepon genggam dan tablet. Sesekali membaca koran dan majalah yang tersedia di meja tamu. Sekitar satu jam kemudian, mbak Erna datang. Ia datang sendiri saja. Ternyata ibu sudah menunggu di stasiun bus Victoria. Kata mba Erna kasihan kalau ibu ikut bolak balik, toh tujuannya adalah stasiun Victoria. Nati kita ketemu di sana dengan beliau. Kamipun pamit kepada si mba bule yang menjaga meja resepsionis. Kali ini kami naik bus jurusan Victoria jadi tidak ke stasiun bawah tanah lagi. Kami menunggu bus di jalan Bayswater road.

                Alhamdulillah kartu oyster kami tidak ada masalah lagi karena sudah diisi ulang tadi sewaktu perjalanan menuju masjid. Bus melaju dengan kecepatan stabil meskioun jalanan lenggang. Kalu di jalur pantura pasti sudah ngebut sekebut-kebutnya. Kami melewati marble arch, semacam gerbang kerajaan yang megah dengan ornamennya yang indah. Tampak banyak wisatawan yang sedang berkunjung disana. Lalu kami melewati jalan Park Lane lurus terus hingga  melingkari wellington Arch dan masuk ke jalan Grosvenor PL.  Seharusnya kami turun di  wilton street (stop S) tapi karena kurang paham jadi kami malah terus saja sampai di Westminster Cathedral (Stop M). dari sisni  kami harus jalan kaki lebih jauh sambil memngeret koper dan barang bawaan lainnya. Entah cara aku yang salah saat menarik koper atau memang kopernya sudah kelelahan, salah satu roda koperku patah, jadi aku tidak bisa menggeret koperku, tapi harus diangkat. Sudah jalan kaki, harus nengangkat koper , berat pula. Disinilah kesabaran kami diuji. Alhamdulillah dengan perlahan dan pasti kami menyususri jalanan dari Westminster Chatedral melewati  Victoria street, lalu Buckingham Place Road hingga perempatan jalan Elizabeth mungkin ada satu kilometer lebih dan sampailah di depan stasiun bus Victoria ( Victoria Coach Station).

                Bergegas kami memasuki stasiun langsung mencari ibu yang sudah menunggu di lobi stasiun. Nampak ibu sedang duduk di bangku panjang sambil memeluk tas tentengan. Senang rasanya bertemu ibu lagi, setelah hampir dua hari tidak bersama-sama. Saat hendak masuk ke lobi stasiun, kami tanpa sengaja melihat seorang lelaki tinggi besar berkulit hitam buang air kecil menghadap tembok stasiun, menjijikan. Ternyata di negara maju seperti ini ada juga orang yang berpriilaku jorok seperti itu. Kata mba Erna mungkin dia tidak puanya uang untuk membayar toilet umum. Untuk menggunakan toilet umum kita harus membayar 35 pence (1 poundsterling = 100 pence), kalau tidak ada 35 pence pintu masuk toilet tidak akan terbuka. Kalau di rupiahkan sekitar 6 ribu rupiah. Setelah duduk-duduk dan berbincang-bincang bersama ibu, kami beranjak menuju bagian dalam stasiun.

                Kali ini bus yang akan kami tumpamgi adalah Flix Bus dengan tujuan Weinheim Jerman. Saat kami tiba di stasiun tadi, waktu masih pukul 18. Jadi kami harus menunggu sekitar 3 jam setengah karena bus akan berangkat pukul 21.30. Akhirnya kami menunggu di lorong yang ada bangku-bangku panjangnya. Kulihat beberpa orang tengah duduk di bangku dengan koper dan tas jinjing di sekitarnya. Mungkin mereka juga sedang menunggu kedatangan bus. Rasa kantuk tak tertahankan, setelah kemarin seharian di Manchester serta perjalanan tadi pagi hingga siang ini yang melelahkan. Akhirnya aku tertidur di bangku disamping Daeng yang tetap terjaga mengawasi barag bawaan kami. Sementara disebrang sana ibu dan Novi serta Mba Erna juga duduk dibangku panjang sambil beristirahat meski tidak tertidur.

                Entah berapa lama aku tertidur. Saat aku membuka mata kulihat banyak orang berlalu lalang di depan kami, nampaknya penumpang yang hendak naik bus yag jadwalnya sudah dekat. Mereka segera memasuki ruang tunggu penumpang. Bermacam ragam gaya dari mereka yang sempat kami amati. Mulai dari yang berpakaian sangat tertutup dngan jaket, mantel, topi, hingga yang setengah terbuka dengan celana pendek dannteng top. Yang unik adalah seorang nenek mungkin seusia ibuku 70 tahunan, berjalan sendiri menggeret koper dan membawa tas jinjing. Gerakannya masih lincah, ringan sepertinya tidak ada beban. Dia berjalan sendiri tak ada yang menemani tapi tetap percaya diri. Nenek mandiri.


Selang beberapa waktu kami beringsut menuju ruang tunggu penumpang. Banya sekali orang yang antri di ruang itu. Beruntung kami masih mendapatkan bangku untuk duduk. Pada layar televisi tampak jadwal keberangkatan bus dengan nomor registrasi serta tempat tujuan.  Dari mikrofon terdengar nomor keberangkatan bus kami sudah disebutkan. Kami segera menuju pintu keberangkatan. Menunjukkan tiket dan passport kepada petugas lalu menaiki bus dan memilih tenpat duduk yang nyaman. Seperti biasa kami memilih kursi yang dekat tangga menuju toilet. Ibu dan Novi duduk di depan tangga. Dibelakangya aku dan Daeng. Sementara mba Erna duduk di sebrang tempat duduk ibu dan Novi. Pukul 21.30 Flix bus pun melaju meninggalkan kota London. Selamat tinggal London yang penuh kenangan. Entah kapan kami akan mengunjungimu kembali. Just wait and see. Who Knows?

Perjalanan menuju Jerman  dimulai. Bismillāhi tawakkaltu ‘ala Allāh wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāhi ‘l-’aliyyi ‘l-’aẓhīm. Perjalanan malam selalu kami manfaatkan untuk beristirahat. Akupun segera tertidur dengan nyenyaknya. Kecepatan kendaraan yang stabil serta temspat duduk yang nyaman membuat istirahat kami tidak banyak terganggu. Setelah beberapa watu dalam perjalanan, bus berhenti di perbatasan Perancis, semua penumpang harus turun dan menununjukkan passpornya masing-masing kepada petugas perbatasan. Ada dua orang berseragam tentara lengkap dengan senjata api di tangan mereka. Serta seorang petugas yang memerikda passport dan membubuhi stempel di passport kami. Lalu kami kembali ke dalam bus untuk melanjutkan perjalanan. Buspun melaju kembali melanjutkn perjalanannya.

Tidak lama kemudian kami tiba di pelabuhan Dover, bus kami naik ke kapal ferry bertuliskan  P&O. seluruh penumpang kembali diminta untuk turun dari bus dan naik ke dek penumpang di deck atas. Tadinya ibu tidak akan turun dan hendak diam di dalam bus saja, tapi kami dilarang berada dalam bus karena bus akan dikunci dan tidak diperkenankan ada orang dalam bus. Akhirnya ibupun ikut naik ke deck atas. Kami naik melalui lift tidak menggunakan tangga manual karena ibu sudah tidak kuat naik turun tangga. Perlahan ferry menyebrangi selat Dover menuju pelabuhan Calais dengan kecepatan 33km dalam waktu 90 menit. Dalam ferry penumpang bisa menikmati banyak fasilitas. Ada café yang menyediakan aneka makanan dan minuman, took yang menawarkan barang-barang bermerk terkenal dengan harga hemat, tempat bermain untuk anak-anak dan fasilitas lainnya. Namun rasa kantuk kami belum usai, maka di atas deck kapal kami pun tertidur. Kami tidak sempat melihat-lihat pemandangan saat kami menyebrang selat, selain gelap malam, rasa kantuk lebih kuat menerpa kami. Padahal jika siang hari kita bisa menikmati pemandangan karang terjal putih di tepi pantai yang indah.

Sekitar satu jam setengah diatas ferry, akhirnya kami tiba di pelabuhan Calais. Semua penumpang kembali ke dalam bus nya masing-masing. Perjalananpun kembali dilanjutkan. Bus kembali melaju dengan kecepatan stabil membuat kami merasa nyaman untuk terlelap kembali. Sementara gerimis terus menemani perjalanan kami. Di beberapa tempat pemberhentian bus menurunkan penumpang satu dua orang. Ada pula penumpang yang naik di tempat-tempat tertentu. Keesokan paginya tepat hari sabtu tanggal 1 Juli 2017 sekitar pukul 8.20 kami tiba di satsiun bus di Brussels north Station, Belgia. Kami harus turun disini untuk ganti dengan bus yang akan membawa kami ke Weinheim Jerman. Bis selanjutnya masih dari perusahaan yang sama yaitu Flix bus, akan berangkat dari Brussels pukul 10. 20. Jadi kami memiliki aktu sekitar 2 jam untuk menunggu bus berikutnya. Gerimis masih terus menyertai kami. Kami terpaksa berteduh di halte bus.


Mba Erna meminta payung kecil untuk digunakannya pergi ke mall yang ada di samping stasiun. Beberapa menit kemudian mba Erna datang membawa roti croissant untuk sarapan. Karena masih pagi jadi took-toko di mall masih tutup. Beruntung ada toko roti yang sudah buka. Sambil menunggu bus, kami sarapan roti croissant di halte bus. Beberpa orang sempat datang dan pergi di halte itu. Mereka para penumpang Bus dalam kota. Seorang wanita berhijab memberi slam kepada kami. Kami segera membalasnya. Dari tipe wajahnya ia spertinya orang Turki. Gerimis masih terus menyirami bumi. Tibalah pukul 10.20, flixbus yang kami tunggu datang, tepat waktu. Tidak kurang tidak lebih. Kami segera menaiki bus diiringi rintik hujan gerimis. Perjalanapun berlanjut. Kali ini lenih banyak melalaui jalan bebas hambatan tapi tidak berbayar alias gratis.  Di tengah perjalanan bus singgah di rest area. Kesempata ini digunakan oleh penumpang untuk ke toilet dan membeli penganan serta minuman.

Perjalanan selanjutnya aku nikmati dengan melihat pemandangan sepanjang jalan. Kota-kota yang dilewati jalananya tidak terlalu besar, tapi rapih dan bersih. Jalannya kebanyakan terbuat dari susunan batu-batu yang rapi, bukan aspal. Aspal ditemukan bila kita sudah masuk ke jalan bebas hambatan. Hujan masih saja menamani perjalanan kami. Hingga akhirnya kami tiba di Weinheim sekiar pukul 18.00. Dari jendela bus aku melihat adikku Ening sudah menunggu kami di stasiun Weinheim. Alhamdulillah.

Setelah bus masuk ke stasiun dan parkir di tempat menurunkan penumpang, kami segera turun dan mengambil bagasi kami masing-masing. Adikku Ening segera mnghampiri kami, memeluk kami satu persatu. Karena mobil yang Ening bawa jenisnya sedan, maka kami tidka bisa masuk semua, apalagi koper-koper kami kan banyak dan besar. Akhirnya dipespakati aku, daeng dan ibu serta beberapa koper besar naik mobil Ening. Sementara Mba Erna dan Novi dengan tas –tas kecil yang ringan naik kereta api. Dan berangkatlah kami menuju apartement tempat tinggal Ening di Manheim, sekitar satu jam dari Weinheim.

Alhamdulillah, akhirnya kami bisa berkumpul bersama, kulihat ibu menitikkan air mata tanda bahagia berkumpul dengan anak-anak tercintanya. Kami melepas rindu dengan berbincag-bincang menceritakan perjalana kami milai dari rumah hingga di Weinheim tadi. Sambil membongkar koper-koper kami untuk mengambil baju ganti. Bergantian kami membersihkan diri. Sholat maghrib dan Isya. Lalu menyantap makan malam yang sudah disediakan oleh Ening dan selanjutnya lagi karena hari suadh larut malam. Esok kita akan memulai tour di sekitar Jerman. Entah akan dibawa kemana kami oleh Ening.

Sampai jumpa esok hari.
  

5 komentar:

  1. Masya Alloh...ceritanya selalu menjadi inspirasi ku. I wish I could be there oneday, Mam...

    BalasHapus
  2. Wow..
    Luarbiasa jdi ikut terbawa suasana..
    Begitu detail ceritsnya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya mencoba menceritakan apa yang saya lihat dan saya rasakan

      Hapus
  3. Casinos Near Me - JT Hub
    The 평택 출장안마 Best Casinos Near Me 시흥 출장마사지 · 양산 출장마사지 The Best Casinos Near 서귀포 출장마사지 Me · 인천광역 출장안마 Casumo · The Borgata · Bally's · Paris Las Vegas · Golden Nugget · Wynn · Las Vegas

    BalasHapus