Sabtu, 26 Januari 2019

A TRIP TO UK (KELUARGA BACKPACKERAN BAGIAN KE-3)

3. A TRIP TO UK


                Selasa 3 Syawal 1438/ 27 Juni 2017 melalui gate C 22  Kuala Lumpur International Airport dengan pesawat Emirates EK 345 KUL- DXB, kami terbang tepat pukul 10.20  waktu Kuala Lumpur. Kami duduk di zona C bagian tengah. Aku, Daeng dan Novi mendapat seat 46 D, E dan F. Sedangkan seat 46 G disebelah kami milik seorang lelaki tua asing. Dengan mengencangkan sabuk pengaman kami melewati saat-saat take off dengan doa dan pasrah kepada sang Khalik pemilik semesta alam. Semua kami serahkan pada Nya. Laa hawla wa laa quwwata ilaa billah, hamba tidaklah bisa berbuat apa - apa dan tidak bisa menolak sesuatu, juga tidak bisa memiliki sesuatu selain kehendak Allah.


Kuala Lumpur International Airport (dok.Pribadi)
                Setelah pesawat berhasil take off dan berada pada posisi aman kamipun menghela nafas lega. Alhamdulillah, ucapku berbisik pada diriku sendiri. Aku segera mengendurkan sabuk pengaman dan mulai mencari posisi duduk yang nyaman. Kuambil headset di saku jok di depanku dan memasangnya di kepala. Lalu kunyalakan Tv set dan mulai membaca menu yang tertera pada layar. Aku sedikit bingung memilih menu apa yang akan aku ambil. Aku melirik kesamping kanan, Daeng sudah asyik dengan tontonannya begitupun Novi di sebelah kiriku yang asik dengan sajian di layar tv set nya. Akhirnya aku memilih film asing. Dan oh my God, ada film yang dibintangi Leonardo Di Caprio yang baru sempat sebagian aku tonton saat perjalanan dari bandung ke Kuala Lumpur kemarin. Ternyata judul filmnya “The Revenant”.

                Ringkasan ceritanya adalah seperti ini, saat menjelajahi hutan belantara yang belum dipetakan pada tahun 1823, penjaga perbatasan Hugh Glass (Leonardo DiCaprio) menderita cedera yang mengancam jiwa akibat serangan beruang yang brutal. Ketika seorang anggota (Tom Hardy) dari tim pemburunya membunuh putranya yang masih kecil (Forrest Goodluck) dan membiarkannya mati, Glass harus menggunakan keterampilan bertahan hidupnya untuk menemukan jalan kembali ke peradaban. Berduka cita dan didorong oleh pembalasan dendam, penjebak bulu legendaris itu berlari melalui medan bersalju untuk melacak pria yang menghianatinya (diterjemahkan dari overview  Film The Revenant, https://g.co/kgs/efCDau , diakses pada  25 Januari 2019 pukul 18.00 WIB.)

                Saat kami menikmati hiburan yang tersedia, para pramugari menawarkan beberapa macam minuman dingin seperti jus jeruk, apel, nanas, manga dan air tawar. Aku memilih jus manga, daeng juga. Sedangkan Novi memilih jus apel.  Sambil menyajikan minuman  mereka memberikan menu untuk makan siang kami. Aku baca menu dengan seksama:
Appetiser            :  Roasted chicken tikka on mixed beab salad.
Main course       : Grilled perch with lemon sauce served with roasted potato wedges, buttered broccoli and carrots.
                                                Chilli chicken with steamed rice and green beans in garlic oil.
Desert                   : Tiramisu
Ternyata ada dua macam pilihan paket menu utama, ikan merah dan ayam.
                “What do you want, fish or chicken?” Seorang pramugari sambil tersenyum menanyakan pilihan menu makan siang kami.
                “Fish, please.” Jawabku dengan tersenyum pula. Senyum dibalas senyum pula ya. Daeng juga memilih menu yang sama denganku, sementara Novi memilih menu ayam.
                                 
Lunch Package (dok pribadi)
                Sajian yang diberikan masih hangat, fresh from the oven. Segera kubuka alumunium foil penutupnya dan kusantap dengan lahap. Maklum sudah lapar dan memang sudah waktunya untuk makan siang. Setelah semua penumpang ,mendapatkan jatah makan siangnya,  para pramugari kembali menawarkan beberapa minuman. Kali ini minuman hangat seperti teh, kopi dan susu. Aku memilih kopi dengan susu, sementara daeng lebih suska teh manis dengan krim lembut.

                Selama kurang lebih 7 jam 15 menit dengan berbagai aktivitas yang kami lakukan, mulai dari makan, minum, nonton, tidur, makan lagi, minum lagi, nonton lagi, ngobrol sampai sekedar melamun membayangkan segala kemungkinan yang bisa terjadi pada diri kami selama perjalanan di atas awan sampai buang air ke toilet, akhirnya pesawatpun mendarat di Dubai International Airport (DXB). Saat itu sekitar pukul 13.25 waktu setempat. Kami segera turun dari pesawat dan harus bergegas menuju terminal berikutnya untuk ganti pesawat dan ceck in kembali pada pukul 14.00 waktu setempat. Jadi kami hanya punya waktu transit sekitar satu jam saja di Dubai.

                Terminal berikutnya yang harus kami datangi jaraknya sangat jauh, asal tahu saja, terminal di Dubai jumlahnya ratusan. Oleh karena itu kami menggunakan jasa angkutan semacam kereta kecil atau odong-odong yang disediakan oleh pihak bandara. Apalagi kami kan berangkat dengan ibu yang sudah sepuh yang tidak bisa diajak berjalan cepat tentunya. Setelah menyebutkan terminal yang akan kami tuju, pengemudi kereta itu mengantar kami sampai tempat yang dituju.
Dubai International Airport (dok.pribadi)

                Alhamdulillah proses check in kami berjalan dengan lancar, setelah menunjukkan boarding pass dan passport petugas mempersilahkan kami menunggu di ruang tunggu. Di ruang tunggu sudah banyak calon penumpang yang juga menunggu disana. Dari tampilan fisik, bisa diterka dari mana mereka berasal. Tentu saja kebanyakna kulit putih, beberapa kulit hitam dan kulit sawo matang seperti kami khas orang-orang Asia. Ada juga beberapa orang bermata sipit khas negeri China serta orang-orang timur tengah dengan pakaian khas gamis dan cadar dan orang-orang India dengan kain Sari.
                Saat  menunggu boarding kami manfaatkan waktu dengan membersihkan wajah dan buang air. Kami juga berburu wifi gratis yang disediakan Bandara untuk update status dan menguhubungi anak-anak di rumah melalui layanan WhatsApp. Begitu wifi dinyalakan, notifikasi berbagai medsospun bermunculan secara otomatis. Tentu saja kami utamakan menghubungi anak-anak di rumah. Menyampaikan posisi kami sekarang dan menanyakan kabar mereka satu persatu. Alhamdulillah semuanya baik-baik saja, membuat hatiku  terasa lega.
                Akhirnya waktu boarding-pun tiba, kami segera menaiki pesawat Emirates EK 009. Aku mendapat tempat duduk di zona D seat 77 H sayap kanan, Daeng seat 78 H tepat dibelakangku. Novi, Mba Erna dan Ibu duduk di zona yang berbeda. Jadi kami saling berjauhan kali ini. Disampingku ada sepasang pemuda-pemudi kulit putih. Perjalanpun kami lalui sekitar 6 jam 25 menit.  Perjalanan kali ini terasa agak membosankan dan tidak banyak kegiatan yang bisa kami lakukan selain makan, minum, nonton  dan tidur. Kami tidak bisa ngobrol santai karena tempat duduk kami berpencar. Sepasang muda-mudi yang duduk di deretan kursiku juga agak menggangguku. Mereka bermesraan sepanjang jalan tanpa rasa malu disebelahku. Sangat- sangat mengganggu, kalau di kampungku itu tidak sopan dan  sangat tidak etis ya. Tapi, itulah budaya mereka.Ya sudahlah nikmati saja, yang penting perjalanan lancar dan selamat sampai tujuan.
                Setelah makan dan tidur beberapa saat, akhirnya aku terbangun dan mendapati bantal kursiku ada di lantai pesawat. Aku segera meraihnya dan memeluknya kembali. Kantukku sudah hilang setelah terlelap tadi. Akhirnya kuputuskan untuk menonton Tv saja. Kupasang headset di kepalaku, lalu kutekan tombol- tombol yang ada di layar. Kali ini aku mencoba memilih film Indonesia. Ada sedikit pilihan judul disana: Surga yang Tak Dirindukan, Sabtu Bersama Bapak dan satu film lagi lupa entah apa judulnya. Aku klik judul kedua, Sabtu Bersama Bapak. Ya lumayan bisa sedikit menghibur selama sisa perjalanan.
                Sekitar pukul 18. 45 waktu London, kami tiba di Gatwick Airport yang lebih dikenal dengan London Gatwick (LGW). Dengan hati-hati aku menuntun ibu turun dari pesawat menyusuri lorong panjang menuju meja imigrasi. Sebelum masuk antrian kami harus mengisi formulir terlebih dahulu. Dalam formulir itu kami harus mengisi tempat bermukim kita selama di Inggris (UK), tujuan kunjungan, lama kunjungan dan identitas lainnya yang ada di passport kita. Sambil menunggu antrian, kami mengamati sekitar ruang imigrasi. Ada beberapa orang mungkin satu keluarga seperti kami yang  tertahan di bagian imigrasi dan tidak mendapatkan izin utnuk melewati jalur  imigrasi. Sepertinya dokumen mereka kurang lengkap. Dari penampilannya sepertinya mereka orang-orang berkebangsaan India. Melihat hal itu kami jadi galau juga walaupun yakin bahwa dokumen kami sudah lengkap.


                Akhirnya tiba giliran kami diperiksa. Karena kami datang satu keluarga jadi kami diperiksa secara bersamaan. Aku dan mba Erna yang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan.
                Where will you stay in London?” petugas imigrasi bertanya dengan logat Britishnya yang kental.
                In Hyde Park Inn” jawab mba Erna sambil menunjukkan bukti pemesanan kamar yang sudah di print sebelumnya.
                What are you going to do in London?” tanyanya lagi sambil mengamati lembaran berkas dokumen kami satu persatu.
                Just going around the London”, jawab mba Erna dengan logat sundanesse hahaha.
                And we are going to continue to Germany on the next trip.” Jawabku sekedar menambahkan informasi. Si misterpun manggut-manggut dan mempersilahkan kami melewati meja imigrasi setelah membubuhi stempel pada passport kami. Alhamdulillah.
                Segera kami menuju klaim bagasi untuk mengambil koper-koper kami yang sudah menunggu disana. Seorang petugas kebersihan menyapa kami.
                “Assalamu’alaikum, Ied Mubarak”, sapanya sambil tersenyum, rupanya ia mengenali kami muslim karena melihat kami berhijab dan saaat itu memang masih bulan syawal.
                “Wa ‘alaikum salam, Ied Mubarak,” jawab kami serempak dengan hati senang hati. Bahagia rasanya ada yag menyapa kami di tempat ini. Pria itu sepertinya keturunan Turki. Sambil melambaikan tangan kamipun segera meninggalkan pria itu dan bergegas untuk mengambil bagasi kami.
                Setelah yakin koper-koper kami dapatkan, kami segera mencari tahu akses yang bisa kami gunakan untuk samapi ke tempat penginapan di Hyde Park. Setelah mendapat informasi dari kedai tiket, kamipun mengambil moda transportasi  kereta cepat, Gatwitch Express menuju London Victoria station. Akhirnya bisa juga kita menikmati kereta cepat di London. Sungguh pengalaman yang luar biasa. Tak henti-hentinya rasa syukur kami panjatkan kehadiratNya. Alhamdulillah Ya Allah Engaku berkenan memberi kesempatan ini kepada kami.  
Gatwitch Express London (dok Pribadi)
Dari London Victoria kami naik Kereta bawah tanah (tube) Underground Circle Line menuju Bayswater Underground Station. Tentu saja sebelumnya kami harus mengantri untuk membeli kartu Oyster Transport for London sebagai alat pembayaran untuk transportasi selama di London. Mba Erna yang  mengantri di loket pembelian tiket. Sementara  aku, ibu, Daeng dan Novi menunggu di bangku dekat loket.

Hari sudah malam, namun orang-orang masih banyak yang hilir mudik, rupanaya waktu jam pulang kantor, sehingga banyak karyawan yang hendak pulang dari tempat mereka bekerja. Semua berjalan dengan cepat menuju kereta yang sesuai dengan tujuan masing-masing. Tiada muda tiada tua, semua berjalan dengan cepat. Sepertinya waktu sangat berharga bagi mereka sehingga tidak ada yang berleha-leha atau bersantai-santai. Tiba-tiba seorang lelaki setengah baya lewat didepan kami dan menyapa dengan bahasa yang kami kenal,
“Malaysia? tanyanya penuh rasa ingin tahu.
“Indonesia.” Jawabku sambil tersenyum ramah.
‘O, Indonesia. Jakarta?” tanyanya lagi.
“Bukan, dari Bandung. Bapak dari Indonesia juga?” Balas kami kepadanya.
“saya dari Malaysia,” jawabnya. “Menunggu siapa disini?
“Menunggu kakak sedang membeli tiket,” jawabku sambil menunjuk ke arah mba Erna.
“Berapa lama rencana di London?”
“3-4 hari, selanjutnya kami mau ke Jerman,” jawabku sambil tersenyum.
“Ok. Selamat bersenang-senang. Sampai jumpa lagi,” lanjutnya sambil melambaikan tangannya.
Setelah kartu oyster diperoleh, kamipun segera mencari kereta dengan jurusan Bayswater Station, yaitu  Unddrground Cirlce Lines. Sebelum masuk peron kami harus menenmpelkan kartu Oyster di palang pintu masuk.  Untuk naik kereta ini kami harus menuruni tangga dengan anak tangga yang lumayan banyak. Dengan perlahan kami menuruni anak tangga sambil menuntun ibu pelan-pelan. Agak repot juga sih, karena kami membawa banyak barang bawaan. Namun semua dijalani dengan sabar, ini resiko yang harus kita terima atas keputusan yang telah diambil.
Akhirnya kereta yang sesuai dengan arah tujuan kami tiba. Kami segera masuk dan mencari tempat duduk yang kosong. Lumayan banyak penumpang yang juga menggunakan moda ini, jadi kami harus berdiri. Tapi Alhamdulillah ada tempat duduk untuk ibu karena beliau lansia jadi mendapat layanan khusus untuk beliau. Ternyata beginilah rasanya naik kereta bawah tanah, seru juga ya. Selama dalam kereta aku mengamati orang-orang yang ada disitu. Semua diam, tidak ngobrol tidak berisik, tidak makan-minum. Ada beberapa yang membaca buku, tapi tidak ada yang main Hp. Sesekali bicara, tapi tidak lama, sepertinya hanya mengatakan hal- hal yang penting saja. Semua berlalu dengan tenang hingga tiba di stasiun tujuan kami. Lalu kami keluar dari kereta dengan tertib tanpa berebutan, dan menempelkan kartu Oyster lagi di ppalang pinti keluar peron.

                Setibanya di Bayswater kami kami harus menaiki anak tangga untuk mencapai jalanan kota dari bawah tanah.  Lalu kami menanyakna arah menuju Hyde Park kepada seorang petugas Stasiun. Wanita petugas stasiun dengan ramah  menunjukkan jalan menuju tempat yang kami tuju. Ternyata lokasinya tidak jauh dari satsiun Bayswater. Kami hanya harus menyebrang jalan lalu ambil beberapa langkah ke kanan dan belok kiri. Dari situ sekitar 300 meter kedepan adalah tempat penginapan kami, Smart Hyde Park Inn Hostel.

Hyde Park London (dok. pribadi)

                Sambil menyeret koper dan barang bawaan lainnya, kami berjalan menyususri jalan sesuai petunjuk wanita tadi. Setibanya di hostel kami segera check in dan membayar deposit yang harus kami bayar sebagai uang muka. Recepsionist menyampaikan beberapa hal berkenaan dengan hak dan kewajiban konsumen dan lokasi  serta kunci kamar yang kami pesan. Kami mendapatkan kamar di latai 3. Lumayan kami harus olahraga sedikit menaiki anak tangga. Aku menuntun ibu menaiki anak tangga sambil membawa koper dan menggendong tas ranselku sendiri. Kasihan ibu kelihatannya beliau sangat lelah. Tapi itu resikonya ikut petualangan dengan kami. Alhamdulillah baik- baik saja, yang penting bahagia bersama anak-anaknya. kan? Sedangkan mba Erna dan daeng membawa koper yang lebih besar dan barang bawaan milik ibu. Novi menyusul dibelakang dengan koper dan tas ranselnya.
Awalnya kami agak bingung juga mencari lokasi kamar karena tangganya sempit dan agak memutar. Akhirnya kami bisa menemukannya juga setelah beberapa kali mengecek nomor kamar ke beberapa pintu. Kamar kami berisi empat ranjang besi bertingkat tiga. Jadi jumlahnya ada 12 dipan. Kami harus berbagi ruangan dengan 12 orang tamu. Tidak masalah, toh kami hanya perlu tempat untuk tidur dan menyimpan koper-koper yang berat saja.
                Setelah memilih dipan untuk tidur, kamipun segera membersihkan diri, lalu sholat maghrib dan isya, kemudian tidur dengan nyenyak diatas dipan kami masing-masing. Kami harus istirahat yang cukup setelah perjalanan yang panjang dan melelahkan. Dan esok kita akan memulai petualangan di kota London. London,we are coming!!!





12 komentar:

  1. Blognya bagus. Ceritanya juga bagus. Lanjutkan kreativitas menulisnya, my sis.

    BalasHapus
  2. excellent bu hajjah ...��

    BalasHapus
  3. Great experience written in a good story. Keep it up...😍😘

    BalasHapus
  4. Great experience written in a good story. Keep it up...😍😘

    BalasHapus
  5. Kemon yang minat yurep saya open trip juni 2019 pas liburan sekolah n harga bersahabat

    BalasHapus