Selasa 3 Syawal 1438/ 27
Juni 2017 melalui gate C 22 Kuala Lumpur International Airport dengan
pesawat Emirates EK 345 KUL- DXB, kami terbang tepat pukul 10.20 waktu Kuala Lumpur. Kami duduk di zona C
bagian tengah. Aku, Daeng dan Novi mendapat seat 46 D, E dan F. Sedangkan seat
46 G disebelah kami milik seorang lelaki tua asing. Dengan mengencangkan sabuk
pengaman kami melewati saat-saat take off
dengan doa dan pasrah kepada sang Khalik pemilik semesta alam. Semua kami
serahkan pada Nya. Laa hawla wa laa quwwata ilaa billah, hamba tidaklah bisa berbuat
apa - apa dan tidak bisa menolak sesuatu, juga tidak bisa memiliki sesuatu
selain kehendak Allah.
Kuala Lumpur International Airport (dok.Pribadi) |
Setelah
pesawat berhasil take off dan berada
pada posisi aman kamipun menghela nafas lega. Alhamdulillah, ucapku berbisik pada diriku sendiri. Aku segera
mengendurkan sabuk pengaman dan mulai mencari posisi duduk yang nyaman. Kuambil
headset di saku jok di depanku dan memasangnya di kepala. Lalu kunyalakan Tv
set dan mulai membaca menu yang tertera pada layar. Aku sedikit bingung memilih
menu apa yang akan aku ambil. Aku melirik kesamping kanan, Daeng sudah asyik
dengan tontonannya begitupun Novi di sebelah kiriku yang asik dengan sajian di
layar tv set nya. Akhirnya aku memilih film asing. Dan oh my God, ada film yang
dibintangi Leonardo Di Caprio yang baru sempat sebagian aku tonton saat
perjalanan dari bandung ke Kuala Lumpur kemarin. Ternyata judul filmnya “The Revenant”.
Ringkasan
ceritanya adalah seperti ini, saat menjelajahi hutan belantara yang belum
dipetakan pada tahun 1823, penjaga perbatasan Hugh Glass (Leonardo DiCaprio)
menderita cedera yang mengancam jiwa akibat serangan beruang yang brutal.
Ketika seorang anggota (Tom Hardy) dari tim pemburunya membunuh putranya yang
masih kecil (Forrest Goodluck) dan membiarkannya mati, Glass harus menggunakan
keterampilan bertahan hidupnya untuk menemukan jalan kembali ke peradaban.
Berduka cita dan didorong oleh pembalasan dendam, penjebak bulu legendaris itu
berlari melalui medan bersalju untuk melacak pria yang menghianatinya
(diterjemahkan dari overview Film The
Revenant, https://g.co/kgs/efCDau ,
diakses pada 25 Januari 2019 pukul 18.00
WIB.)
Saat
kami menikmati hiburan yang tersedia, para pramugari menawarkan beberapa macam minuman
dingin seperti jus jeruk, apel, nanas, manga dan air tawar. Aku memilih jus
manga, daeng juga. Sedangkan Novi memilih jus apel. Sambil menyajikan minuman mereka memberikan menu untuk makan siang
kami. Aku baca menu dengan seksama:
Appetiser : Roasted chicken tikka on mixed beab salad.
Main
course : Grilled perch with lemon sauce served with roasted potato
wedges, buttered broccoli and carrots.
Chilli
chicken with steamed rice and green beans in garlic oil.
Desert : Tiramisu
Ternyata ada dua macam pilihan paket menu utama, ikan merah
dan ayam.
“What
do you want, fish or chicken?” Seorang pramugari sambil tersenyum menanyakan
pilihan menu makan siang kami.
“Fish, please.” Jawabku
dengan tersenyum pula. Senyum dibalas senyum pula ya. Daeng juga memilih menu
yang sama denganku, sementara Novi memilih menu ayam.
Lunch Package (dok pribadi) |
Sajian
yang diberikan masih hangat, fresh from
the oven. Segera kubuka alumunium foil penutupnya dan kusantap dengan
lahap. Maklum sudah lapar dan memang sudah waktunya untuk makan siang. Setelah
semua penumpang ,mendapatkan jatah makan siangnya, para pramugari kembali menawarkan beberapa
minuman. Kali ini minuman hangat seperti teh, kopi dan susu. Aku memilih kopi
dengan susu, sementara daeng lebih suska teh manis dengan krim lembut.
Selama
kurang lebih 7 jam 15 menit dengan berbagai aktivitas yang kami lakukan, mulai
dari makan, minum, nonton, tidur, makan lagi, minum lagi, nonton lagi, ngobrol
sampai sekedar melamun membayangkan segala kemungkinan yang bisa terjadi pada
diri kami selama perjalanan di atas awan sampai buang air ke toilet, akhirnya
pesawatpun mendarat di Dubai International Airport (DXB). Saat itu sekitar
pukul 13.25 waktu setempat. Kami segera turun dari pesawat dan harus bergegas
menuju terminal berikutnya untuk ganti pesawat dan ceck in kembali pada pukul
14.00 waktu setempat. Jadi kami hanya punya waktu transit sekitar satu jam saja
di Dubai.
Terminal
berikutnya yang harus kami datangi jaraknya sangat jauh, asal tahu saja,
terminal di Dubai jumlahnya ratusan. Oleh karena itu kami menggunakan jasa angkutan
semacam kereta kecil atau odong-odong yang disediakan oleh pihak bandara.
Apalagi kami kan berangkat dengan ibu yang sudah sepuh yang tidak bisa diajak
berjalan cepat tentunya. Setelah menyebutkan terminal yang akan kami tuju,
pengemudi kereta itu mengantar kami sampai tempat yang dituju.
Dubai International Airport (dok.pribadi) |
Alhamdulillah
proses check in kami berjalan dengan
lancar, setelah menunjukkan boarding pass
dan passport petugas mempersilahkan
kami menunggu di ruang tunggu. Di ruang tunggu sudah banyak calon penumpang
yang juga menunggu disana. Dari tampilan fisik, bisa diterka dari mana mereka
berasal. Tentu saja kebanyakna kulit putih, beberapa kulit hitam dan kulit sawo
matang seperti kami khas orang-orang Asia. Ada juga beberapa orang bermata
sipit khas negeri China serta orang-orang timur tengah dengan pakaian khas gamis
dan cadar dan orang-orang India dengan kain Sari.
Saat menunggu boarding
kami manfaatkan waktu dengan membersihkan wajah dan buang air. Kami juga
berburu wifi gratis yang disediakan Bandara untuk update status dan menguhubungi anak-anak di rumah melalui layanan WhatsApp. Begitu wifi dinyalakan,
notifikasi berbagai medsospun bermunculan secara otomatis. Tentu saja kami
utamakan menghubungi anak-anak di rumah. Menyampaikan posisi kami sekarang dan
menanyakan kabar mereka satu persatu. Alhamdulillah semuanya baik-baik saja,
membuat hatiku terasa lega.
Akhirnya
waktu boarding-pun tiba, kami segera
menaiki pesawat Emirates EK 009. Aku mendapat tempat duduk di zona D seat 77 H
sayap kanan, Daeng seat 78 H tepat dibelakangku. Novi, Mba Erna dan Ibu duduk
di zona yang berbeda. Jadi kami saling berjauhan kali ini. Disampingku ada
sepasang pemuda-pemudi kulit putih. Perjalanpun kami lalui sekitar 6 jam 25
menit. Perjalanan kali ini terasa agak
membosankan dan tidak banyak kegiatan yang bisa kami lakukan selain makan,
minum, nonton dan tidur. Kami tidak bisa
ngobrol santai karena tempat duduk kami berpencar. Sepasang muda-mudi yang
duduk di deretan kursiku juga agak menggangguku. Mereka bermesraan sepanjang
jalan tanpa rasa malu disebelahku. Sangat- sangat mengganggu, kalau di
kampungku itu tidak sopan dan sangat tidak etis ya. Tapi, itulah budaya mereka.Ya
sudahlah nikmati saja, yang penting perjalanan lancar dan selamat sampai
tujuan.
Setelah
makan dan tidur beberapa saat, akhirnya aku terbangun dan mendapati bantal kursiku
ada di lantai pesawat. Aku segera meraihnya dan memeluknya kembali. Kantukku sudah
hilang setelah terlelap tadi. Akhirnya kuputuskan untuk menonton Tv saja. Kupasang
headset di kepalaku, lalu kutekan tombol- tombol yang ada di layar. Kali ini aku
mencoba memilih film Indonesia. Ada sedikit pilihan judul disana: Surga yang
Tak Dirindukan, Sabtu Bersama Bapak dan satu film lagi lupa entah apa judulnya.
Aku klik judul kedua, Sabtu Bersama Bapak. Ya lumayan bisa sedikit menghibur
selama sisa perjalanan.
Sekitar
pukul 18. 45 waktu London, kami tiba di Gatwick Airport yang lebih dikenal
dengan London Gatwick (LGW). Dengan hati-hati aku menuntun ibu turun dari
pesawat menyusuri lorong panjang menuju meja imigrasi. Sebelum masuk antrian
kami harus mengisi formulir terlebih dahulu. Dalam formulir itu kami harus
mengisi tempat bermukim kita selama di Inggris (UK), tujuan kunjungan, lama
kunjungan dan identitas lainnya yang ada di passport kita. Sambil menunggu
antrian, kami mengamati sekitar ruang imigrasi. Ada beberapa orang mungkin satu
keluarga seperti kami yang tertahan di bagian
imigrasi dan tidak mendapatkan izin utnuk melewati jalur imigrasi. Sepertinya dokumen mereka kurang
lengkap. Dari penampilannya sepertinya mereka orang-orang berkebangsaan India. Melihat
hal itu kami jadi galau juga walaupun yakin bahwa dokumen kami sudah lengkap.
Akhirnya
tiba giliran kami diperiksa. Karena kami datang satu keluarga jadi kami
diperiksa secara bersamaan. Aku dan mba Erna yang menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan.
“Where will you stay in London?” petugas
imigrasi bertanya dengan logat Britishnya yang kental.
“In Hyde Park Inn” jawab mba Erna sambil
menunjukkan bukti pemesanan kamar yang sudah di print sebelumnya.
“What are you going to do in London?”
tanyanya lagi sambil mengamati lembaran berkas dokumen kami satu persatu.
“Just going around the London”, jawab mba
Erna dengan logat sundanesse hahaha.
“And we are going to continue to Germany on
the next trip.” Jawabku sekedar menambahkan informasi. Si misterpun
manggut-manggut dan mempersilahkan kami melewati meja imigrasi setelah
membubuhi stempel pada passport kami. Alhamdulillah.
Segera
kami menuju klaim bagasi untuk mengambil koper-koper kami yang sudah menunggu
disana. Seorang petugas kebersihan menyapa kami.
“Assalamu’alaikum,
Ied Mubarak”, sapanya sambil tersenyum, rupanya ia mengenali kami muslim karena
melihat kami berhijab dan saaat itu memang masih bulan syawal.
“Wa
‘alaikum salam, Ied Mubarak,” jawab kami serempak dengan hati senang hati. Bahagia
rasanya ada yag menyapa kami di tempat ini. Pria itu sepertinya keturunan
Turki. Sambil melambaikan tangan kamipun segera meninggalkan pria itu dan bergegas untuk mengambil bagasi kami.
Setelah
yakin koper-koper kami dapatkan, kami segera mencari tahu akses yang bisa kami
gunakan untuk samapi ke tempat penginapan di Hyde Park. Setelah mendapat
informasi dari kedai tiket, kamipun mengambil moda transportasi kereta cepat, Gatwitch Express menuju London
Victoria station. Akhirnya bisa juga kita menikmati kereta cepat di London.
Sungguh pengalaman yang luar biasa. Tak henti-hentinya rasa syukur kami
panjatkan kehadiratNya. Alhamdulillah Ya Allah Engaku berkenan memberi
kesempatan ini kepada kami.
Gatwitch Express London (dok Pribadi) |
Dari London Victoria kami naik
Kereta bawah tanah (tube) Underground Circle Line menuju Bayswater Underground
Station. Tentu saja sebelumnya kami harus mengantri untuk membeli kartu Oyster Transport for London sebagai alat
pembayaran untuk transportasi selama di London. Mba Erna yang mengantri di loket pembelian tiket.
Sementara aku, ibu, Daeng dan Novi
menunggu di bangku dekat loket.
Hari sudah malam, namun orang-orang
masih banyak yang hilir mudik, rupanaya waktu jam pulang kantor, sehingga
banyak karyawan yang hendak pulang dari tempat mereka bekerja. Semua berjalan
dengan cepat menuju kereta yang sesuai dengan tujuan masing-masing. Tiada muda
tiada tua, semua berjalan dengan cepat. Sepertinya waktu sangat berharga bagi
mereka sehingga tidak ada yang berleha-leha atau bersantai-santai. Tiba-tiba
seorang lelaki setengah baya lewat didepan kami dan menyapa dengan bahasa yang
kami kenal,
“Malaysia? tanyanya penuh rasa
ingin tahu.
“Indonesia.” Jawabku sambil
tersenyum ramah.
‘O, Indonesia. Jakarta?” tanyanya
lagi.
“Bukan, dari Bandung. Bapak dari
Indonesia juga?” Balas kami kepadanya.
“saya dari Malaysia,” jawabnya.
“Menunggu siapa disini?
“Menunggu kakak sedang membeli
tiket,” jawabku sambil menunjuk ke arah mba Erna.
“Berapa lama rencana di London?”
“3-4 hari, selanjutnya kami mau ke
Jerman,” jawabku sambil tersenyum.
“Ok. Selamat bersenang-senang.
Sampai jumpa lagi,” lanjutnya sambil melambaikan tangannya.
Setelah kartu oyster diperoleh,
kamipun segera mencari kereta dengan jurusan Bayswater Station, yaitu Unddrground Cirlce Lines. Sebelum masuk peron
kami harus menenmpelkan kartu Oyster
di palang pintu masuk. Untuk naik kereta
ini kami harus menuruni tangga dengan anak tangga yang lumayan banyak. Dengan
perlahan kami menuruni anak tangga sambil menuntun ibu pelan-pelan. Agak repot
juga sih, karena kami membawa banyak barang bawaan. Namun semua dijalani dengan
sabar, ini resiko yang harus kita terima atas keputusan yang telah diambil.
Akhirnya kereta yang sesuai dengan
arah tujuan kami tiba. Kami segera masuk dan mencari tempat duduk yang kosong.
Lumayan banyak penumpang yang juga menggunakan moda ini, jadi kami harus
berdiri. Tapi Alhamdulillah ada tempat duduk untuk ibu karena beliau lansia
jadi mendapat layanan khusus untuk beliau. Ternyata beginilah rasanya naik
kereta bawah tanah, seru juga ya. Selama dalam kereta aku mengamati orang-orang
yang ada disitu. Semua diam, tidak ngobrol tidak berisik, tidak makan-minum.
Ada beberapa yang membaca buku, tapi tidak ada yang main Hp. Sesekali bicara,
tapi tidak lama, sepertinya hanya mengatakan hal- hal yang penting saja. Semua
berlalu dengan tenang hingga tiba di stasiun tujuan kami. Lalu kami keluar dari
kereta dengan tertib tanpa berebutan, dan menempelkan kartu Oyster lagi di ppalang pinti keluar
peron.
Setibanya
di Bayswater kami kami harus menaiki anak tangga untuk mencapai jalanan kota
dari bawah tanah. Lalu kami menanyakna
arah menuju Hyde Park kepada seorang petugas Stasiun. Wanita petugas stasiun dengan
ramah menunjukkan jalan menuju tempat
yang kami tuju. Ternyata lokasinya tidak jauh dari satsiun Bayswater. Kami
hanya harus menyebrang jalan lalu ambil beberapa langkah ke kanan dan belok
kiri. Dari situ sekitar 300 meter kedepan adalah tempat penginapan kami, Smart Hyde
Park Inn Hostel.
Hyde Park London (dok. pribadi) |
Sambil
menyeret koper dan barang bawaan lainnya, kami berjalan menyususri jalan sesuai
petunjuk wanita tadi. Setibanya di hostel kami segera check in dan membayar deposit yang harus kami bayar sebagai uang
muka. Recepsionist menyampaikan beberapa hal berkenaan dengan hak dan kewajiban
konsumen dan lokasi serta kunci kamar
yang kami pesan. Kami mendapatkan kamar di latai 3. Lumayan kami harus olahraga
sedikit menaiki anak tangga. Aku menuntun ibu menaiki anak tangga sambil
membawa koper dan menggendong tas ranselku sendiri. Kasihan ibu kelihatannya
beliau sangat lelah. Tapi itu resikonya ikut petualangan dengan kami.
Alhamdulillah baik- baik saja, yang penting bahagia bersama anak-anaknya. kan? Sedangkan
mba Erna dan daeng membawa koper yang lebih besar dan barang bawaan milik ibu.
Novi menyusul dibelakang dengan koper dan tas ranselnya.
Awalnya kami agak bingung juga
mencari lokasi kamar karena tangganya sempit dan agak memutar. Akhirnya kami
bisa menemukannya juga setelah beberapa kali mengecek nomor kamar ke beberapa
pintu. Kamar kami berisi empat ranjang besi bertingkat tiga. Jadi jumlahnya ada
12 dipan. Kami harus berbagi ruangan dengan 12 orang tamu. Tidak masalah, toh
kami hanya perlu tempat untuk tidur dan menyimpan koper-koper yang berat saja.
Setelah
memilih dipan untuk tidur, kamipun segera membersihkan diri, lalu sholat maghrib
dan isya, kemudian tidur dengan nyenyak diatas dipan kami masing-masing. Kami
harus istirahat yang cukup setelah perjalanan yang panjang dan melelahkan. Dan
esok kita akan memulai petualangan di kota London. London,we are coming!!!
Blognya bagus. Ceritanya juga bagus. Lanjutkan kreativitas menulisnya, my sis.
BalasHapusThanks pa Mr. Tato
BalasHapusexcellent bu hajjah ...��
BalasHapusHatur nuhun neng apresiasina
HapusAmazing story bu hajjah
BalasHapusThank you so much
HapusGreat experience written in a good story. Keep it up...😍😘
BalasHapusGreat experience written in a good story. Keep it up...😍😘
BalasHapustunggu next episode ya Bu....
BalasHapusjadi pengen bu ke yurep
BalasHapusKemon yang minat yurep saya open trip juni 2019 pas liburan sekolah n harga bersahabat
BalasHapusMenarik...jadi kepengen..!!
BalasHapus