Rabu, 30 Januari 2019

CITY TOUR OF LONDON (KELUARGA BACKPACKERAN BAGIAN KE-4)


4. CITY TOUR OF LONDON

Pagi-pagi sekali sekitar pukul 3 waktu London aku sudah terbangun karena suara adzan subuh waktu setempat berkumandang dari tabletku. Aku segera turun dari ranjang
tingkat kedua tempat tidurku semalam. Rasanya belum lama aku tidur, mataku masih agak sulit untuk dibuka. Tapi aku harus segera turun untuk melaksanakan kewajiban sholat subuh. Sebelum turun tidak lupa aku coba membangunkan Daeng yang berada di ranjang tingkat ketiga yaitu tepat diatas dipanku. Oya, aku belum menceritakan posisi tidur kami di hostel ya. Dari keempat ranjang tingkat yang ada, aku dapat dipan tingkat kedua dari ranjang kedua. Daeng ada ditingkat tiga diranjang yang sama denganku. Mba Erna dapat dipan tingkat ketiga di ranjang pertama. Sementara di ranjang ketiga ada ibu ditingkat pertama dan Novi tingkat kedua. Dalam gelap aku dan Daeng berusaha membuka koper kami masing-masing dan mengeluarkan keperluan mandi serta pakaian ganti. Kami tidak berani menyalakan lampu, takut mengganggu orang lain yang masih terlelap tidur. Dengan bantuan cahaya tablet aku berhasil mendapatkan apa yang aku cari.



 Smart Hyde Park Hostel (Dok. Pribadi)
Kamar mandi untuk wanita yang terdekat dari kamarku ada di lantai 2, satu lantai dibawah kamar kami. Sementara kamar mandi pria ada satu lantai diatas kamar kami. Jadi aku turun tangga, Daeng naik tangga menuju kamar mandi masing-masing.  Aku menuruni anak tangga pelan-pelan tanpa alas kaki, takut kalau-kalau suara kakiku menimbulkan bunyi berisik. Setibanya di sana aku melihat ada enam bilik kamar mandi. Tiga bilik di sebelah kiri dan sisanya ada di sebelah kanan. Aku memilih bilik tengah di deretan sebelah kanan. Kamar mamdi ukuran 1,5 X1,5 m itu aku tidak menemukan bak mandi dan gayung. Hanya ada shower saja. Sulit juga aku untuk kumur-kumur selepas gosok gigi. Tapi tak masalah semua bisa disiasati. Yang penting air mengalir lancar.  Beberapa menit kemudian selesailah aku mandidan mengambil air wudhu untuk shlat subuh.

Begitu kembali ke kamar kudapati Daeng sudah ada disana. Lalu kami membangunkan Novi, mba Erna dan ibu sebelum kami sholat secara bergantian karena ruangan yang sempit dan penuh dengan koper serta barang-barang lainnya. Usai sholat kami membereskan barang dan merapikan tempat tidur serta menutup gorden tempat tidur masing-masing serta menaruh suatu barang diatasnya, pertanda ada pemiliknya. Jika gorden terbuka dan dipannya kosong orang akan mengira tidak ada pemiliknya.

Usai beres-beres dan sedikit berdandan aku dan Daeng memutuskan untuk turun terlebih dahulu dan mencari udara segar di luar sambil menunggu waktu sarapan. . Waktu sarapan pagi adalah pukul 6, sedangkan saat ini masih sekitar pukul 4 lebih walaupun hari sudah terang. Kebetulan saat ini masuk awal musim panas sehingga waktu siang lebih panjang dari waktu malam hari.

Kami menuruni anak tangga menuju lobi yang masih sepi. Kamipun langsung saja menuju pintu keluar hostel. Diluar pun suasana masih sangat sepi. Tak ada orang yang lewat di jalanan. Udara dingin terasa sedikit menusuk tubuhku. Aku mendekapkan kedua tanganku di dada, mencoba menghindarkan dari rasa dingin. Dari depan hostel kami ambil jalan ke arah kiri atau arah selatan. Lalu kami menyusuri jalan Inverness Terrace yang sepi ini sambil melihat- lihat suasana pagi di kawasan Hyde Park ini. Hal pertama yang menarik perhatianku adalah kotak telepon merah khas London. Tentu saja aku langsung minta Daeng untuk mengambil gambarku yang berpose depan kotak telepon. Lalu secara bergantian kami berpose atau perfoto. Puas dengan si kotak telepon merah, kami terus berjalan lagi ke arah selatan yaitu menuju Bayswater Road.

 Jalan Inverness Terrace Hyde Park (Dok.Pribadi)

Sebelum mencapai Bayswater Road kami melewati beberapa penginapan dan toko-toko yang masih tutup. Sepeda sewaan berjejer di trotoar dengan rapi. Tapi kemudian kami menemukan juga beberapa toko yang sudah mulai buka dan membereskan barang daganganya. Mobil pengangkut sampah mulai mengangkut sampah-sampah yang sudah menumpuk di pinggir pinggir trotoar. Kami tertarik melihaat petugas kebersihan yang tengan memilah-milah sampah sebelum dimasukkan kedalam truk. Sampah kaca atau beling langsung dimasukkan ke mesin penghancur. Setelah semua sampah berada dalam truk, otomatis atapnya menutup kembali sehingga tidak ada sampah yang tercecer serta tidak meninggalkan bau yang tidak sedap. Jauh berbeda dengan truk sampah di kampungku, semua jenis sampah dicampur aduk dalam truk tanpa penutup, sehingga terkadang ceceran sampah tertinggal di jalanan atau terbang saat mobil melaju kencang.

Kuintip tabletku, waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam. Kami memutuskan untuk kembali ke hostel menemui ibu dan adik-kakakku. Di kamar, ibu tengah memasangkan kerudungnya, sedangkan Novi dan Mbak Erna tengah berbenah merapikan koper dan barang bawaan kami yang akan kami tinggalkan di kamar selama kami jalan-jalan hari ini. Usai berbenah, kami langsung turun ke lantai dasar untuk menikmati hidangan sarapan pagi. Diruang makan sudah ada beberapa tamu dengan penampakan yang berbeda-beda. Dari postur tubuh dan garis wajahnya ada yang tipikal Eropa, Amerika juga Asia.

Banyak variasi jenis hidangan yang tersedia di meja. Aku memilih jus buah, Roti dan selai coklat. Mohon maaf ya, tidak ada nasi kuning atau nasi uduk apalagi nasi goreng dan lontong kari. Jika ingin sarapan berkuah kita bisa pilih sereal dengan susu cair saja. Ada sih makan beratnya juga, kentang, keju dan daging asap, tapi riskan kalau makan daging di negeri orang, lebih baik menghindarinya daripada salah makan daging non-halal.

Ok. Kini saatnya kita memulai petualangan di Kota London.
Dari hostel kami langsung menuju Bayswater underground station (stasiun kereta bawah tanah). Kami hendak menggunakan moda kereta bawah tanah atau tube. Jalur kereta yang diambil adalah Circle Lines dengan tujuan St. James Park. Untuk sampai ke sana, kami harus melewati 6 stasiun pemberhentian yaitu: Notting Hill Gate – High Street Kensington – Gloucester Road – South Kensington - Sloane Square  dan Victoria.

Bayswater Underground Station (Dok. Pribadi.)
Setelah tiba di St. James Park kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, karena tidak ada transportasi umum, tidak ada ojek apalagi becak. Waktu tempuh menurut Google sih sekitar 9 menit dengan jalan kaki. Tapi karena kami masih meraba-raba jalur dan lokasinya, tentu waktu tempuhnya menjadi labih dari itu. Selain itu kami berangkat bersama ibu, waktu tempuhnya menjadi beberapa kali lipat. Dari stasiun bawah tanah kami sempat membaca rute jalan menuju istana yang terpampang disamping pintu keluar stasiun. Dari pintuStasiun kita belok ke kiri menyususri jalan Patty France hingga bertemu dengan jalan Buckingham Gate. Lalu kami mnegikuti jalan ini terus sambil beberapa kali berhenti untuk beristirahat. Akhirnya tampaklah disebelah kiri kami istana Buckingham. Masyaa Allah, megahnya istana Ratu Elizabeth ini. Sebelum aku hanya melihat ini di televise saat pesta pernikahan putri Diana dengan pangeran Charles dan Pangeran William dengan Kate Midelson.


Buckingham Palace (Dok. Pribadi)

Nampak depan istana sudah banyak wisatawan dari mancanegara. Ada yang bergerombol dengan kelompoknya masing-masing. Ada pula wsiatawan-wisatawan solo yang terlihat santai tanpa teman. Dari balik pagar tinggi tampak petugas jaga pintu gerbang dengan seragam khas prajurit istana Inggris yaitu baju merah dengan topi tinggi berwarna hitam seperti yang biasa kita lihat di kaleng biskuit merek terkenal di Indonesia. Pasti semua sudah tahu walau tidak aku sebutkan mereknya.

Victoria Memorial (Dok.Pribadi)
Istana Buckingham atau Buckingham Palace adalah kediaman resmi Ratu Inggris di London. Istana ini adalah tempat untuk peristiwa- peristiwa kenegaraan, tempat menyambut tamu negara, dan tempat kunjungan wisata. Seringkali dalam masa-masa kegembiraan, krisis atau perkabungan, tempat ini juga menjadi pusat berkumpul untuk masyarakat Britania raya. (Sumber: Wikipedia Indonesia)

Disebrang istana Buckingham terdapat sebuah monument yang bernama Victoria Memorial. The Victoria memorial adalah monument untuk mengenang Ratu Vctoria. Tepatnya berada di ujung jalan The Mall yaitu jalan di Kota Westminster Central London antara Istana Buckingham di sebelah barat dan Trafaglar Square melalui Admiralty Arch di sebelah timur. (Sumber: Wikipedia)

Puas menikmati keindahan Istana Buckingham dan monumen Victoria, kami kembali berjalan kaki menuju stasiun bawah tanah ST. James Park dan melanjutkan perjalanan dengan tube jalur Circle Lines menuju stasiun Westminster. Westminster adalah stasiun terdekat setelah St. James Park, jadi tidak melewati stasiun pemberhentian lainnya.

Big Ben (Dok.Pribadi)
Begitu keluar dari stasiun Westminster kami langsung ternganga melihat menara Big Ben tepat berada diatas tatapan mata. Wow… Big Ben yang pertama kali aku lihat di buku paket Bahasa Inggris SMP dulu kini ada didepan mata. Rasa kagum, senang, takjub serta haru bercampur aduk dalam dada. Alhamdulillah, Allah telah memberi kesempatan ini kepada kami. Fabiayyi ‘aalaa’I Rabbikumaa Tukadzdziban. “Maka Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan.”  Big Ben sendiri adalah Nama sebuah lonceng besar di tengah Menara jam yang terletak di sebelah utara istana Westminster, London, Britania Raya. Secara resmi Menara ini diberi Nama Elizabeth Tower, bertepatan dengan pesta 60 tahun Ratu Elozabeth II memimpin Britania Raya dan Wilayah Persemakmuran. (Sumber: Wikipedia Indonesia)

London Eye (Dok. Pribadi)
Posisi kami saat itu berada diujung barat jembatan Westminster. Lalu kami berjalan ke arah kiri menyusuri jembatan ke arah timur untuk mencari posisi yang bagus untuk berfoto dengan latar belakang Menara Big Ben. Dari sisi kiri jembatan kami melihat kincir yang sangat besar di pinggir sungai Thames. Kincir besar itu dikenal dengan Nama London Eye. Berbagai pose pun kami coba ditambah lagi dengan latar belakang Double Decker (bus tingkat merah) serta London Eye. Adapun London Eye atau disebut juga Millenium Wheel adalah sebuah roda pengamatan yang terbesar di dunia setinggi 135 meter atau 443 kaki. London Eye berputar di atas sungai Thames, London, Britania Raya dan mulai beroperasi pada akhir 1999.




Parliament street (Dok. Pribadi)
Dari jembatan Westminster kami berjalan balik arah ke barat lagi untuk menuju Parliament st. Disekitar jalan itu ada kotak telepon khas London berwarna merah. Ternyata itu adalah spot foto paling keren dengan latar belakang Menara Big Ben dan kotak telepon merah. Kata mbak Erna kalau belum berfoto disini belum sah ke Londonnya. Ada-ada saja mbak Erna ini yah. Dan betul saja sudah banyak orang yang antri untuk berfoto di spot itu.



 Saat kami hendak menyebrang ke jalan Parliament kami bertemu seorang polisi wanita London. Dengan sedikit ragu aku memintanya untuk berfoto bersama kami.
                “May I take the picture of you and me, please?” tanyaku sambil mngernyitkan ahi.
                “Sure, come on,” ajaknya sambil menggandengku menuju trotoar diujung jalan.
                “Here we are with the Big Ben behind us.” Katanya.
The Police Woman of London (Dok. Pribadi)
Aku tersenyum senang, dia tahu betul kalau itu yang aku maksud, berfoto dengan polisi London berlatarbelakang Menara Big ben.
                “Where are you from?” tanyanya pada kami.
                “We’re from Indonesia, Mam. Thank you so much. You are very kind.”
                “Ok. See you then,” katanya setelah aku, Novi dan Mbak Erna secara bergantian berfoto dengannya, Iapun kembali betugas di jalan raya. Suatu Pengalaman yang seru dan menyenangkan, walaupun harus banyak berjalan kaki kesana kemari.


Selanjutnya kami berencana untuk mengunjungi alun-alun Kota London yaitu Trafalgar square. Traflgar Square adalah sebuah alun-alun di bagian tengah London yang dinamakan demikian untuk mengenang pertempuran Trafalgar (1805), sebuah pertempuran di laut dimana kapal perang Angkatan Laut Inggris memenangkan Perang Napoleon. Nama sebelumnya tempat ini adalah “King William TheFourth square”. (Sumber: Wikipedia Indonesia).

Dari Westminster kami naik bus no. 24 di Parliament Stop C. setelah beberapa menit kemudian kami tiba di alun-alun. Bus berhenti tepat disamping alun-alun. Aku turun sambil menuntun ibu ke sebelah kanan yang agak menurun menuju area alun-alun. Begitu masuk ke area kami menjumpai tiang-tiang berdiameter sekitar 60 cm yang tingginya sedada kami berjejer mengelilingi alun-alun.  Di sebelah kiri dari tempat kami masuk tadi berdiri sebuah patung yaitu patung Charles James Napler. Sebelah kirinya lagi menjulang monument Nelson’s Column yang dibuat untuk mengenang Admiral Horatio Nelson yang gugur pada perang Trafalgar. Monument itu dijaga oleh empat patung singa. Ditengahnya terdapat kolam dengan air mancur dengan patung mrmaid, mermen triton dan dolphin. Depan kolam ada banyak bangku untuk bersantai. Kami memilih bangku yang menghadap kolam air mancur di tengah alun-alun. Disini kami membuka perbekalan yang kami bawa sebelumnya. Ada keu-kue dan minuman yang bisa kami santap untuk mengganjal perut.

Trafalgar Square (Dok.Pribadi)


Tidak banyak aktivitas yang kami lakukan disini. Hanya duduk-duduk sesekali berfoto dan memandang suasana sekitar saja. Lahannya cukup luas dikelilingi jalan dari ketiga sisinya dan tangga menuju galeri Nasional pada sisi lainya. Aku lebih banyak duduk menemani ibu, sedangkan Novi berkaliling mengamati Galeri yang kebetulan sedang ada pameran seni.

Dirasa sudah cukup di alun-alun, kami melanjutkan perjalanan ke Camden Town dengan menggunakan jalur Dsitrict Lines Undergound. Routenya adalah  dari Westminster ke Embarkment lalu ganti dengan jalur Northen Lines melalui Charing Cross _ Leicester Square – Tottenham Court Road – Goodge Street – Warren – Street – Euston – Mornington Crescent lalu turun di Camden Town Underground station. Camden Town terkenal dengan pasarnya Camden market. Disini banyak terdapat took-toko atau kios-kios yang menjual berbagai macam produk. Para wisatawan biasanya belanja souvenir khas London di sini. Setibanya di stasiun Camden kami langsung menuju pasar dan berburu pernak-pernik London. Banyak sekali souvenir-souvener yang unik dan lucu. Kami hanya membeli bebrapa gantungan kunci dan kantong jinjing saja. Sekedar oleh-oleh untuk keluaga dan kerabat di tanah air.

Camden Town (Dok.Pribadi)

Hari sudah mulai siang dan perut sudah minta untuk diisi. Kami mencari rumah makan yang menyajikan makan halal. Setelah berkeliling kebebrapa tempat akhirnya kami menemukan rumah makan Turki. In Sya Allah makanannya halal, karena pemiliknya Muslim Turki. Kami memesan paket fish and Chips 5 porsi, dengan harga £6 per porsinya. Kurs Pound sterling saat itu adalah sekitar 17 ribu rupiah. Jadi jika dirupiahkan sekitar 100 ribu rupiah. Ternyata satu porsi jumlah makanannya banyak sekali. Sepiring besar kentang goreng dan sepotong ikan goreng sebesar telapak tangan laki-laki dewasa. Daging ikannya berwarna putih dan tebal, rasanya gurih maknyus. Mungkin karena sangat lapar jadi terasa sangat enak dan nikmat. Belum habis setengah porsi perut kami sudah kekenyangan. Akhirnya sisa makanan dibungkus untuk makan sore nanti untuk menghemat pengeluaran.

Selepas makan siang di Camden Town, kami melanjutkan perjalanan ke London Bridge. Dari Camden Town Underground Station kami menggambil jalur Northen Lines menuju London Bridge yang melewati beberapa stasiun pemberhentian seperti  Euston, King’s Cross St. Pancras, Angel, Old Street, Moorgate, Bank dan terakhir tiba di London Bridge Station. Nah dari sisni kita agak kebingungan. Setelah semuanya lancar mulai dari Bayswater hingga Caamden, tiba-tiba kami kehilangan arah. Kami pikir begitu turun di Stasiun London Brige kita bisa langsung menemukan jembatan London yang tersohor itu, seperti saat kami melihat Big Ben tadi.

Kubuka aplikasi Google map, mbak Erna mencoba untuk mencari tahu barangkali adad informasi di sekitar stasiun. Akhirnya kami mengikuti jalur yang disarankan Google. Ahirnya kami tiba di daerah pinggiran sungai dan jembatan kecil tapi tidak ada menara di kiri dan kanannya. Lalu kami balik lagi kearah jalan besar, dan mulai memcoba bertanya kepada orang yang lewat disekitar jalan itu. Dan jawababnya menunjuk ke arah tempat kami tadi.  Pasti ada yang salah. Benar saja saat kami menceritakan bahwa kami mencari jembatan London yang ada menaranya mereka menyebutnya Tower Bridge buka London Bridge. Memang banyak orang yang terkecoh dengan Nama London Bridge untuk Tower Bridge. Jadi yang sedari tadi kami cari adalah Tower Bridge, bukan London Bridge.

Setelah menyadari kekeliruan antara London Bridge dengan Tower Bridge, kami mulai kembali mencari lokasi dari dekat stasiun.
Berhasil menemukan jalan menuju Towwer Bridge, kini ada masalah lagi, ibu sudah tidak kuat lagi untuk berjalan. Sementara menuju tempat yan dimaksud tidak ada angkutan umumnya. Akhirnya ibu memutuskan untuk menunggu di bangku taman dekat air mancur sambil membaca koran yang diperoleh secaa gratis tadi di stasiun. Maka bersangkatlah kami berempat ke tempat yang dari tadi kami cari yaitu Tower Bridge. Setelah berjalan beberapa ratus meter dengan melewati More London Place dan M&S Food, kami tiba di sebuah bangunan serupa Mall bernama More London Riverside. Kami berhenti di depan restaurant Strada. Seberang Restauran Strada, yaitu sebelah kanan atau timur tampak bangunan unik berbentuk setengah bola yaitu City Hall dan Menara jembatan yaitu Tower Bridge yang kami cari. Alhamdulillah, akhirnya Tower Bridge bisa ditemukan juga. 

Tower Bridge (Dok.Pribadi)

Dari Mall itu kami Turun kearah sungai yanga ada dermaga kecilnya dimana kami bisa melihat dengan jelas Tower Bridge yang berdiri megah. Ah senangnya hati ini seperti mendapatkan hadiah besar tak ternilai. Tidak terlalu lama kami berada disana mengingat ibu yang menunggu di taman sendirian. Kami segera kembali ke taman tempat ibu menunggu. Alhamdulillah ibu baik-baik saja.

Selanjutnya dari London Bridge kami naik bus ke monument Station. Dari situ kami naik subway jalur District Lines melewati 8 pemberhentian hingga di Stasiun Plaistow. Di Plaistow ada teman mbak Erna yaitu Ema yang menikah dengan orang London keturunan Bangladesh. Playstow adalah sebuah distrik di wilayah West Ham di London Borough of Newham di London timur. Di stasiun kami dijemput oleh suami Ema yang membawa serta putranya yang kira-kira berusia 5-6 tahun. Di rumah Ema kami disambut dengan hangat oleh keluarganya. Ema tinggal di rumah itu bersama suami dan ketiga anaknya. Maksud kami mampir di rumah Ema selain silaturahmi juga hendak menitipkan ibu selama dua hari. Sengaja ibu dititipkan di rumah Ema karena kami hendak pergi ke Manchaster esok hari. Kami tidak mungkin mengajak ibu karena selain jaraknya jauh dari London, lokasi yang hendak kami kunjungi juga tidak cocok untuk ibu. Tapi kami juga tidak mungkin meninggalkan ibu sendiri di hostel. Rencananya ibu hendak kami jemput lagi sepulang dari Manchester nanti.


Plaistow's Bus Stop (Dok.Pribadi)

Ema menjamu kami dengan hidangan khas Bangladesh. Setelah makan dan sholat dhuhur dan ashar, kami pamit untuk kembali ke Bayswater. Ema menginformasikan bahwa bus menuju stasiun Plaistow akan tiba dalam waktu 5 menit. Jika menunggu bus berikutnya kita harus menunggu lebih lama. Dengan demikian kami segera menuju hatle bus yang jaraknya sekitar 300 meter dari kediaman Ema. Dengan berlari kecil kami menuju halte diirngi hujan rintik-rintik. Tidak lama setelah kami tiba di halte, bus no. 69 datang.

Bus no. 69 mengantar kami hingga Stasiun Plaistow untuk untuk selanjutnya mengambil jalur District Lines menuju Stasiun Bayswater. Dari sini kami kembali ke Hostel (Hyde Park). Setibanya di hostel kami segera membersihkan badan, sholat maghrib dan isya lalu pergi tidur. Hari yang melelahkan namun menyisakan sejuta kenangan yang indah tak terlupakan. Kini waktunya istirahat mengumpulkan tenaga kembali untuk petualangan esok hari. Besok pagi kami akan melakukan perjalanan menuju Old Trafford di Manchaster.


Old Trafford…We are coming!!!










Sabtu, 26 Januari 2019

A TRIP TO UK (KELUARGA BACKPACKERAN BAGIAN KE-3)

3. A TRIP TO UK


                Selasa 3 Syawal 1438/ 27 Juni 2017 melalui gate C 22  Kuala Lumpur International Airport dengan pesawat Emirates EK 345 KUL- DXB, kami terbang tepat pukul 10.20  waktu Kuala Lumpur. Kami duduk di zona C bagian tengah. Aku, Daeng dan Novi mendapat seat 46 D, E dan F. Sedangkan seat 46 G disebelah kami milik seorang lelaki tua asing. Dengan mengencangkan sabuk pengaman kami melewati saat-saat take off dengan doa dan pasrah kepada sang Khalik pemilik semesta alam. Semua kami serahkan pada Nya. Laa hawla wa laa quwwata ilaa billah, hamba tidaklah bisa berbuat apa - apa dan tidak bisa menolak sesuatu, juga tidak bisa memiliki sesuatu selain kehendak Allah.


Kuala Lumpur International Airport (dok.Pribadi)
                Setelah pesawat berhasil take off dan berada pada posisi aman kamipun menghela nafas lega. Alhamdulillah, ucapku berbisik pada diriku sendiri. Aku segera mengendurkan sabuk pengaman dan mulai mencari posisi duduk yang nyaman. Kuambil headset di saku jok di depanku dan memasangnya di kepala. Lalu kunyalakan Tv set dan mulai membaca menu yang tertera pada layar. Aku sedikit bingung memilih menu apa yang akan aku ambil. Aku melirik kesamping kanan, Daeng sudah asyik dengan tontonannya begitupun Novi di sebelah kiriku yang asik dengan sajian di layar tv set nya. Akhirnya aku memilih film asing. Dan oh my God, ada film yang dibintangi Leonardo Di Caprio yang baru sempat sebagian aku tonton saat perjalanan dari bandung ke Kuala Lumpur kemarin. Ternyata judul filmnya “The Revenant”.

                Ringkasan ceritanya adalah seperti ini, saat menjelajahi hutan belantara yang belum dipetakan pada tahun 1823, penjaga perbatasan Hugh Glass (Leonardo DiCaprio) menderita cedera yang mengancam jiwa akibat serangan beruang yang brutal. Ketika seorang anggota (Tom Hardy) dari tim pemburunya membunuh putranya yang masih kecil (Forrest Goodluck) dan membiarkannya mati, Glass harus menggunakan keterampilan bertahan hidupnya untuk menemukan jalan kembali ke peradaban. Berduka cita dan didorong oleh pembalasan dendam, penjebak bulu legendaris itu berlari melalui medan bersalju untuk melacak pria yang menghianatinya (diterjemahkan dari overview  Film The Revenant, https://g.co/kgs/efCDau , diakses pada  25 Januari 2019 pukul 18.00 WIB.)

                Saat kami menikmati hiburan yang tersedia, para pramugari menawarkan beberapa macam minuman dingin seperti jus jeruk, apel, nanas, manga dan air tawar. Aku memilih jus manga, daeng juga. Sedangkan Novi memilih jus apel.  Sambil menyajikan minuman  mereka memberikan menu untuk makan siang kami. Aku baca menu dengan seksama:
Appetiser            :  Roasted chicken tikka on mixed beab salad.
Main course       : Grilled perch with lemon sauce served with roasted potato wedges, buttered broccoli and carrots.
                                                Chilli chicken with steamed rice and green beans in garlic oil.
Desert                   : Tiramisu
Ternyata ada dua macam pilihan paket menu utama, ikan merah dan ayam.
                “What do you want, fish or chicken?” Seorang pramugari sambil tersenyum menanyakan pilihan menu makan siang kami.
                “Fish, please.” Jawabku dengan tersenyum pula. Senyum dibalas senyum pula ya. Daeng juga memilih menu yang sama denganku, sementara Novi memilih menu ayam.
                                 
Lunch Package (dok pribadi)
                Sajian yang diberikan masih hangat, fresh from the oven. Segera kubuka alumunium foil penutupnya dan kusantap dengan lahap. Maklum sudah lapar dan memang sudah waktunya untuk makan siang. Setelah semua penumpang ,mendapatkan jatah makan siangnya,  para pramugari kembali menawarkan beberapa minuman. Kali ini minuman hangat seperti teh, kopi dan susu. Aku memilih kopi dengan susu, sementara daeng lebih suska teh manis dengan krim lembut.

                Selama kurang lebih 7 jam 15 menit dengan berbagai aktivitas yang kami lakukan, mulai dari makan, minum, nonton, tidur, makan lagi, minum lagi, nonton lagi, ngobrol sampai sekedar melamun membayangkan segala kemungkinan yang bisa terjadi pada diri kami selama perjalanan di atas awan sampai buang air ke toilet, akhirnya pesawatpun mendarat di Dubai International Airport (DXB). Saat itu sekitar pukul 13.25 waktu setempat. Kami segera turun dari pesawat dan harus bergegas menuju terminal berikutnya untuk ganti pesawat dan ceck in kembali pada pukul 14.00 waktu setempat. Jadi kami hanya punya waktu transit sekitar satu jam saja di Dubai.

                Terminal berikutnya yang harus kami datangi jaraknya sangat jauh, asal tahu saja, terminal di Dubai jumlahnya ratusan. Oleh karena itu kami menggunakan jasa angkutan semacam kereta kecil atau odong-odong yang disediakan oleh pihak bandara. Apalagi kami kan berangkat dengan ibu yang sudah sepuh yang tidak bisa diajak berjalan cepat tentunya. Setelah menyebutkan terminal yang akan kami tuju, pengemudi kereta itu mengantar kami sampai tempat yang dituju.
Dubai International Airport (dok.pribadi)

                Alhamdulillah proses check in kami berjalan dengan lancar, setelah menunjukkan boarding pass dan passport petugas mempersilahkan kami menunggu di ruang tunggu. Di ruang tunggu sudah banyak calon penumpang yang juga menunggu disana. Dari tampilan fisik, bisa diterka dari mana mereka berasal. Tentu saja kebanyakna kulit putih, beberapa kulit hitam dan kulit sawo matang seperti kami khas orang-orang Asia. Ada juga beberapa orang bermata sipit khas negeri China serta orang-orang timur tengah dengan pakaian khas gamis dan cadar dan orang-orang India dengan kain Sari.
                Saat  menunggu boarding kami manfaatkan waktu dengan membersihkan wajah dan buang air. Kami juga berburu wifi gratis yang disediakan Bandara untuk update status dan menguhubungi anak-anak di rumah melalui layanan WhatsApp. Begitu wifi dinyalakan, notifikasi berbagai medsospun bermunculan secara otomatis. Tentu saja kami utamakan menghubungi anak-anak di rumah. Menyampaikan posisi kami sekarang dan menanyakan kabar mereka satu persatu. Alhamdulillah semuanya baik-baik saja, membuat hatiku  terasa lega.
                Akhirnya waktu boarding-pun tiba, kami segera menaiki pesawat Emirates EK 009. Aku mendapat tempat duduk di zona D seat 77 H sayap kanan, Daeng seat 78 H tepat dibelakangku. Novi, Mba Erna dan Ibu duduk di zona yang berbeda. Jadi kami saling berjauhan kali ini. Disampingku ada sepasang pemuda-pemudi kulit putih. Perjalanpun kami lalui sekitar 6 jam 25 menit.  Perjalanan kali ini terasa agak membosankan dan tidak banyak kegiatan yang bisa kami lakukan selain makan, minum, nonton  dan tidur. Kami tidak bisa ngobrol santai karena tempat duduk kami berpencar. Sepasang muda-mudi yang duduk di deretan kursiku juga agak menggangguku. Mereka bermesraan sepanjang jalan tanpa rasa malu disebelahku. Sangat- sangat mengganggu, kalau di kampungku itu tidak sopan dan  sangat tidak etis ya. Tapi, itulah budaya mereka.Ya sudahlah nikmati saja, yang penting perjalanan lancar dan selamat sampai tujuan.
                Setelah makan dan tidur beberapa saat, akhirnya aku terbangun dan mendapati bantal kursiku ada di lantai pesawat. Aku segera meraihnya dan memeluknya kembali. Kantukku sudah hilang setelah terlelap tadi. Akhirnya kuputuskan untuk menonton Tv saja. Kupasang headset di kepalaku, lalu kutekan tombol- tombol yang ada di layar. Kali ini aku mencoba memilih film Indonesia. Ada sedikit pilihan judul disana: Surga yang Tak Dirindukan, Sabtu Bersama Bapak dan satu film lagi lupa entah apa judulnya. Aku klik judul kedua, Sabtu Bersama Bapak. Ya lumayan bisa sedikit menghibur selama sisa perjalanan.
                Sekitar pukul 18. 45 waktu London, kami tiba di Gatwick Airport yang lebih dikenal dengan London Gatwick (LGW). Dengan hati-hati aku menuntun ibu turun dari pesawat menyusuri lorong panjang menuju meja imigrasi. Sebelum masuk antrian kami harus mengisi formulir terlebih dahulu. Dalam formulir itu kami harus mengisi tempat bermukim kita selama di Inggris (UK), tujuan kunjungan, lama kunjungan dan identitas lainnya yang ada di passport kita. Sambil menunggu antrian, kami mengamati sekitar ruang imigrasi. Ada beberapa orang mungkin satu keluarga seperti kami yang  tertahan di bagian imigrasi dan tidak mendapatkan izin utnuk melewati jalur  imigrasi. Sepertinya dokumen mereka kurang lengkap. Dari penampilannya sepertinya mereka orang-orang berkebangsaan India. Melihat hal itu kami jadi galau juga walaupun yakin bahwa dokumen kami sudah lengkap.


                Akhirnya tiba giliran kami diperiksa. Karena kami datang satu keluarga jadi kami diperiksa secara bersamaan. Aku dan mba Erna yang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan.
                Where will you stay in London?” petugas imigrasi bertanya dengan logat Britishnya yang kental.
                In Hyde Park Inn” jawab mba Erna sambil menunjukkan bukti pemesanan kamar yang sudah di print sebelumnya.
                What are you going to do in London?” tanyanya lagi sambil mengamati lembaran berkas dokumen kami satu persatu.
                Just going around the London”, jawab mba Erna dengan logat sundanesse hahaha.
                And we are going to continue to Germany on the next trip.” Jawabku sekedar menambahkan informasi. Si misterpun manggut-manggut dan mempersilahkan kami melewati meja imigrasi setelah membubuhi stempel pada passport kami. Alhamdulillah.
                Segera kami menuju klaim bagasi untuk mengambil koper-koper kami yang sudah menunggu disana. Seorang petugas kebersihan menyapa kami.
                “Assalamu’alaikum, Ied Mubarak”, sapanya sambil tersenyum, rupanya ia mengenali kami muslim karena melihat kami berhijab dan saaat itu memang masih bulan syawal.
                “Wa ‘alaikum salam, Ied Mubarak,” jawab kami serempak dengan hati senang hati. Bahagia rasanya ada yag menyapa kami di tempat ini. Pria itu sepertinya keturunan Turki. Sambil melambaikan tangan kamipun segera meninggalkan pria itu dan bergegas untuk mengambil bagasi kami.
                Setelah yakin koper-koper kami dapatkan, kami segera mencari tahu akses yang bisa kami gunakan untuk samapi ke tempat penginapan di Hyde Park. Setelah mendapat informasi dari kedai tiket, kamipun mengambil moda transportasi  kereta cepat, Gatwitch Express menuju London Victoria station. Akhirnya bisa juga kita menikmati kereta cepat di London. Sungguh pengalaman yang luar biasa. Tak henti-hentinya rasa syukur kami panjatkan kehadiratNya. Alhamdulillah Ya Allah Engaku berkenan memberi kesempatan ini kepada kami.  
Gatwitch Express London (dok Pribadi)
Dari London Victoria kami naik Kereta bawah tanah (tube) Underground Circle Line menuju Bayswater Underground Station. Tentu saja sebelumnya kami harus mengantri untuk membeli kartu Oyster Transport for London sebagai alat pembayaran untuk transportasi selama di London. Mba Erna yang  mengantri di loket pembelian tiket. Sementara  aku, ibu, Daeng dan Novi menunggu di bangku dekat loket.

Hari sudah malam, namun orang-orang masih banyak yang hilir mudik, rupanaya waktu jam pulang kantor, sehingga banyak karyawan yang hendak pulang dari tempat mereka bekerja. Semua berjalan dengan cepat menuju kereta yang sesuai dengan tujuan masing-masing. Tiada muda tiada tua, semua berjalan dengan cepat. Sepertinya waktu sangat berharga bagi mereka sehingga tidak ada yang berleha-leha atau bersantai-santai. Tiba-tiba seorang lelaki setengah baya lewat didepan kami dan menyapa dengan bahasa yang kami kenal,
“Malaysia? tanyanya penuh rasa ingin tahu.
“Indonesia.” Jawabku sambil tersenyum ramah.
‘O, Indonesia. Jakarta?” tanyanya lagi.
“Bukan, dari Bandung. Bapak dari Indonesia juga?” Balas kami kepadanya.
“saya dari Malaysia,” jawabnya. “Menunggu siapa disini?
“Menunggu kakak sedang membeli tiket,” jawabku sambil menunjuk ke arah mba Erna.
“Berapa lama rencana di London?”
“3-4 hari, selanjutnya kami mau ke Jerman,” jawabku sambil tersenyum.
“Ok. Selamat bersenang-senang. Sampai jumpa lagi,” lanjutnya sambil melambaikan tangannya.
Setelah kartu oyster diperoleh, kamipun segera mencari kereta dengan jurusan Bayswater Station, yaitu  Unddrground Cirlce Lines. Sebelum masuk peron kami harus menenmpelkan kartu Oyster di palang pintu masuk.  Untuk naik kereta ini kami harus menuruni tangga dengan anak tangga yang lumayan banyak. Dengan perlahan kami menuruni anak tangga sambil menuntun ibu pelan-pelan. Agak repot juga sih, karena kami membawa banyak barang bawaan. Namun semua dijalani dengan sabar, ini resiko yang harus kita terima atas keputusan yang telah diambil.
Akhirnya kereta yang sesuai dengan arah tujuan kami tiba. Kami segera masuk dan mencari tempat duduk yang kosong. Lumayan banyak penumpang yang juga menggunakan moda ini, jadi kami harus berdiri. Tapi Alhamdulillah ada tempat duduk untuk ibu karena beliau lansia jadi mendapat layanan khusus untuk beliau. Ternyata beginilah rasanya naik kereta bawah tanah, seru juga ya. Selama dalam kereta aku mengamati orang-orang yang ada disitu. Semua diam, tidak ngobrol tidak berisik, tidak makan-minum. Ada beberapa yang membaca buku, tapi tidak ada yang main Hp. Sesekali bicara, tapi tidak lama, sepertinya hanya mengatakan hal- hal yang penting saja. Semua berlalu dengan tenang hingga tiba di stasiun tujuan kami. Lalu kami keluar dari kereta dengan tertib tanpa berebutan, dan menempelkan kartu Oyster lagi di ppalang pinti keluar peron.

                Setibanya di Bayswater kami kami harus menaiki anak tangga untuk mencapai jalanan kota dari bawah tanah.  Lalu kami menanyakna arah menuju Hyde Park kepada seorang petugas Stasiun. Wanita petugas stasiun dengan ramah  menunjukkan jalan menuju tempat yang kami tuju. Ternyata lokasinya tidak jauh dari satsiun Bayswater. Kami hanya harus menyebrang jalan lalu ambil beberapa langkah ke kanan dan belok kiri. Dari situ sekitar 300 meter kedepan adalah tempat penginapan kami, Smart Hyde Park Inn Hostel.

Hyde Park London (dok. pribadi)

                Sambil menyeret koper dan barang bawaan lainnya, kami berjalan menyususri jalan sesuai petunjuk wanita tadi. Setibanya di hostel kami segera check in dan membayar deposit yang harus kami bayar sebagai uang muka. Recepsionist menyampaikan beberapa hal berkenaan dengan hak dan kewajiban konsumen dan lokasi  serta kunci kamar yang kami pesan. Kami mendapatkan kamar di latai 3. Lumayan kami harus olahraga sedikit menaiki anak tangga. Aku menuntun ibu menaiki anak tangga sambil membawa koper dan menggendong tas ranselku sendiri. Kasihan ibu kelihatannya beliau sangat lelah. Tapi itu resikonya ikut petualangan dengan kami. Alhamdulillah baik- baik saja, yang penting bahagia bersama anak-anaknya. kan? Sedangkan mba Erna dan daeng membawa koper yang lebih besar dan barang bawaan milik ibu. Novi menyusul dibelakang dengan koper dan tas ranselnya.
Awalnya kami agak bingung juga mencari lokasi kamar karena tangganya sempit dan agak memutar. Akhirnya kami bisa menemukannya juga setelah beberapa kali mengecek nomor kamar ke beberapa pintu. Kamar kami berisi empat ranjang besi bertingkat tiga. Jadi jumlahnya ada 12 dipan. Kami harus berbagi ruangan dengan 12 orang tamu. Tidak masalah, toh kami hanya perlu tempat untuk tidur dan menyimpan koper-koper yang berat saja.
                Setelah memilih dipan untuk tidur, kamipun segera membersihkan diri, lalu sholat maghrib dan isya, kemudian tidur dengan nyenyak diatas dipan kami masing-masing. Kami harus istirahat yang cukup setelah perjalanan yang panjang dan melelahkan. Dan esok kita akan memulai petualangan di kota London. London,we are coming!!!





Selasa, 08 Januari 2019

SEMALAM DI MALAYSIA ( KELUARGA BACKPACKERAN BAGIAN 2)



2. SEMALAM DI MALAYSIA

Setelah mengklaim barang-barang bawaan atau bagasi, kami segera menuju pintu keluar Bandara Internasional Kuala Lumpur. Di luar  terlihat banyak banyak orang berkerumun. Ada yang menawarkan taksi, mobil sewaan, hotel, ada juga orang-orang yang menjemput keluarga atau rekan kerjanya. Kami tidak pedulikan itu karena hari sudah gelap dan harus  fokus mencari transportasi selanjutnya yang bisa mengantar kami ke tempat tujuan berikutnya. Tapi sebelumnya kami harus mencari counter penitipan barang dulu, untuk menitipkan koper –koper besar agar tidak merepotkan di jalan. Toh besok kita akan kemari lagi untuk melanjutkan perjalanan ke London.


Setelah selesai  urusan penitipan, kami bergegas menuju ke lantai dua dengan menggunakan lift. Lalu kami menuju terminal bis yang akan mengantar kami ke KL center. Mba Erna membeli tiket bis di loket penjualan tiket. Sementara yang lain menunggu dekat pintu keluar. Kami selalu saling mengingatkan barang bawaan masing-masing. Maklum, kadang kami lupa dan lengah dengan barang bawaan sendiri.
“Bis nomer satu”, kata mba Erna sambil menunujuk kea rah bis yang paling kiri dari deretan bis yang parkir disana. Segera kami berjalan menuju bis tersebut. Seorang pria melayu membukakan pintu bagasi sehingga kami bisa menaruh koper-kper bawaan kami di dalamnya. Lalu Daeng menghitung jumlah koper yang sudah masuk ke dalam bagasi. Lengkap, ada tiga koper; satu koper milikku, satu koper milik Daeng dan satu koper milik Novi. Sementara koper mba Erna dan Ibu dititipkan tadi di bandara karena ukurannya besar dan berat sekali. Setelah yakin dengan koper-koper tadi kami segera menaiki bis, mencari tempat duduk yang masih kosong.
Dalam bis kami dengan leluasa memilih tempat duduk karena tidak terlalu banyak penumpang saat itu. Dan tidak menunggu lama bis pun kemudian melaju meninggalkan kawasan bandara Internasional Kuala Lumpur. Jalanan yang kami lewati lebar dan mulus, persis jalan tol.
“Ada wifinya”, bisik mba Erna dari belakang jok bis, sambil menunjuk ke notice yang ada di kaca depan bagian atas. Lumayan, bisa buka internet, minimal buka WA. Aku langsung mengaktifkan tombol wifi di tabletku. Begitu aktif, langsung membrudul notifikasi dari semua akun medsosku. Aku lebih dulu buka WA. Dan ada chat dari no asing. Isinya Cuma “Mbak…”. Hmm siapa ya. Karena takut ada berita penting maka aku balas: “ya. Siapa ini?”. Tidak lama ada balasan. “mbak tadi bawa koper warna hitam? Kayaknya tertukar dengan koper mama saya, soalnya bentuk dan modelnya sama banget dengan punya mama saya.” “Astagfirulloh hal adzim”, seruku kaget. Masa sih aku ketuker koper. Di negeri orang lagi. Lagipula aku saat ini ada di bis yang sedang melaju di jalan tol. Terus gimana dong? Aku mulai panik. Aku langsung bilang ke Daeng kalau ada orang yang mengirim pesan melalui WA bahwa kopernya tertukar dengan koperku.
“Lha, koq bisa?” Tanya Daeng. “Emang tadi gak dicek dulu pas ngambil koper?”
“Kunaon, Dian” Tanya mba Erna dengan bahasa sunda yang artinya kenapa Dian. Aku ceritakan isi WA tadi. Dan respon mba Erna tidak jauh berbeda  dengan Daeng. Aku sedikit ragu apa betul tadi koper miliku atau bukan, soalnya tadi koper-koper kami sudah berada di luar ban berjalan dan terkumpul jadi satu dengan koper-koper kami yang lainnya. Jadi aku pikir itu memang koperku. Perasaan sih aku sudah cek name tag-nya merah persis yang aku pasang di koper. Tapi name tag merah dari maskapai Emirates kan banyak, bisa saja sama dengan milik orang lain. hatiku mulai gelisah. Jadi gimana nih seandainya benar koperku tertukar?
“Ya udah bilangin aja kita janjian di KL Center gitu, soalnya kita lagi di jalan naik bis.” Kata mba Erna menyarankan. Akhirnya kita sepakat untuk bertemu di KL Center. Sepanjang perjalanan si pengirim pesan di WA tadi terus menanyakan kepastian apakah aku sudah mengecek keberadaan koperku. Aku jadi ingin segera tiba di tempat tujuan dan mengecek koperku di bagasi bis.
Akhirnya bis pun tiba di stasiun KL Center. Setelah bis benar-benar berhenti, para penumpang satu-persatu turun dari bis. Akupun bergegas turun dan segera mengambil baraang bawaan yang disimpan di bagasi bis. Aku langsung mengambil koperku dan mengecek nametag -nya. Ternyata itu memang milikku. Lalu aku segera mengambil anak kunci untuk membuka kunci gembok pada koperku. Segera kubuka koperku dengan penuh penasaran. Alhamdulillah, isisnya memang milikku. Jadi koperku tidak tertukar. Lalu koper yang mana yang tertukar? mungkin tadi itu orang iseng yang hendak mengecohku. Atau…Ya sudahlah, yang penting barang bawaanku aman semuanya.
Setelah semua mengecek barang bawaan masing-masing, kamipun bergegas memasuki pintu masuk ke gedung KL Center. Sebuah gedung serupa Mall yang megah dengan beraneka ragam outlet dan kafe atau mini restoran. Kami menunggu di titik tengah Mall agar mudah ditemukan Fifin saat dia dating menjemput kami nanti. Ya kami sudah membuat janji dengan Fifin teman semasa kuliah di IKIP bandung dulu, yang sekarang tinggal di Kuala Lumpur karena suaminya bekerja di perusahaan minyak Malaysia. Begitu tahu bahawa kami akan ke Kuala Lumpur Fifin menawarkan untuk singgah di apartemennya sebelum kami melanjutkan perjalanan ke London esok hari.


Setelah beberapa waktu menunggu sambil berpotret sana sini, akhirnya Fifin datang bersama suami dan ketiga orang anaknya. Anak pertamanya perempuan seumur dengan Fikri anak sulungku, anak keduanya juga seusia dengan Fadhil anak keduaku. Dan, anak ketiganya tidak jauh berbeda juga dengan sikembarku Zalfa dan Zufar. Dari atas tangga berjalan Fifin melambaikan tangannya pada kami. Begitu ia turun dari tangga aku langsung menyambutnya dengan pelukan hangat yang erat. Dua puluh tahun kami tidak bertemu sejak wisuda tahu 1997 yang lalu. Alhamdulillah Allah memberi kesempatan kepada kami untuk bisa bertemu muka di tempat yang jauh dari kampung halaman kami masing-masing.
Setelah berbincang-bincang beberapa saat, Fifin dan keluarganya segera mengajak kami ke tempat parkir. Kami melewati beberapa outlet dan anjungan-anjungan unik khas Melayu. Kami tidak sempat berkeliling disana karena hari sudah malam. Fifin ingin mengajak kami ke ikon kota Kuala Lumpur yaitu menara kembar Petronas. Jadi kami harus bergegas khawatir gedung keburu tutup.
Setelah mengatur barang bawaan kami ke dalam  mobil, giliran penumpang yang harus diatur. Daeng duduk di depan dengan suami Fifin yang mengendarai mobil. Aku duduk dibagaian tengan dengan ibuku, Fifin dan putri sulungnya. Di bagian belakang mba Erna, Novi dan kedua putra Fifin. Setelah semua posisi aman, kamipun meluncur meninggalkan KL Center menuju gedung menara kembar. Sepanjang jalan dengan diiringi gerimis,  kami banyak bercerita tentang masa kuliah dulu dan bagaimana Fififn beserta keluarga bisa tinggal menetap di Kuala Lumpur.  Gerimis masih setia menyertai, saat kami tiba di temapt tujuan. Setelah memarkirkan mobilnya, Fifin menuntun kami masuk ke gedung menara. Sementara suami dan anak-anaknya menunggu di mobil karena hujan masih mengguyur kota Kuala Lumpur.
Suasana depan gedung menara kembar terlihat agak semrawut. Sampah berserak disana sini terbawa aliran air hujan yang tiada henti semenjak kami tiba di Kuala Lumpur petang tadi. Di depan pintu gedung banyak orang yang berteduh menunggu hujan reda. Kami masuk melalui pintu tersebut. Fifin memimpin di depan, mencari spot yang bagus untuk kami berfoto. Setelah mencari kesana kemari akhirnya kami tiba di bagian belakang gedung. Lalu kami menuju halaman belakang dimana terdapat kolam yang cukup luas lengkap dengan air mancurnya. Dari sini kita bisa melihat ujung menara yang gemerlap oleh lampu. Lalu kamipun segera berfoto bergantian depan kolam dengan latarbelakang menara kembar.
Gedung KLCC
Menara Kembar Petronas

Setelah puas berfoto, kami memutuskan untuk segera kembali ke mobil. Namun Fifin menahan kami, “Nanti dulu, jangan pulang sekarang. Sebentar lagi ada atraksi air mancur menari. Biasanya tepat pukul 10 malam atraksi itu dimainkan.” Benar saja, tak lama kemudian terdengar lagu berkumandang. Aku hafal betul siapa yang menyanyikannya. Ya, itu suara Siti Nurhalisa dengan lagunya yang terkenal berjudul ‘Cindai’. Dengan iringan lagu tersebut, air mancur pun mulai meliuk-liuk dengan gemulai bak penari yang sedang menarikan tarian indah. Lampu laser warni-warni menambah indah tontonan saat itu. Para pengunjung bersorak riang. Bahkan beberapa orang ikut menari mengikuti irama lagu. Subhanalloh. Pemandangan yang Luar biasa.

Add caption


Setelah dua putaran lagu dimainkan atraksi tarian air mancurpun selesai di sajikan. Lampu-lampu kembali padam. Para pengunjungpun sebagian besar mulai meninggalkan tempat. Beitupun dengan kami. Cukup bagi kami untuk mengobati rasa penasaran mengenai menara kembar di Kuala Lumpur. Kami bergegas kembali ke mobil Fifin yang parkir tidak jauh dari depan gedung. Hujan masih setia menemani. Mobilpun segera meluncur menuju kediaman Fifin. Selama perjalanan, Fifin menunjukkan beberapa gedung yang kami lewati, diantaranya gedung tempat anak-anaknya bersekolah.
Akhirnya kami tiba di apartemen tempat tinggal keluarga Fifin. Kami segera membersihkan diri dan sholat berjamaah. Lalu Fifin mengajak kami menyantap makan malam. Menu yang disajikan adalah menu khas Lebaran. Ada ketupat, opor ayam, rendang daging sapi dan bakso kuah. Setelah makan dan berbincang-bincang beberapa saat, kami segera tidur. Fifin mengingatkan bahwa besok setelah sholat subuh kita harus segera menuju bandara aga tidak terlambat cek in. sebelum pergi tidur, aku menyempatkan diri memandang ke luar jendela, melihat pemandangan kota Kuala Lumpur di malam hari.
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun. Aku segera mandi dan berwudhu. Lalu aku membangunkan Daeng dan maba Erna untuk bergantian ke kamar mandi. Sambil menunggu adzan subuh, aku sholat beberapa rakaat. Begitu adzan berkumandang kami segera sholat sunnah dua rakaat, diikuti sholat subuh berjamaah. Setelah sholat kami menyantap sarapan yang disediakan Fifin. Sebetulnya kami belum ingin makan sepagi itu, namun untuk menghormati tuan rumah yang sudah menyediakan makanan, kamipun menyantapnya. Lalu kami mengecek barang-barang bawaan agar tidak ada yang tertinggal. Tidak lupa aku memberikan beberapa oleh-oleh dari tanah air untuk keluarga Fifin. Begitupun dengan Fifin, ia membekali kami dengan beberapa makanan khas produk Malaysia. Indahnya berbagi.
Setelah semua dirasa lengkap, kami berangkat menuju bandara diantar oleh Fifin dan Suaminya. Jalanan masih basah oleh air hujan yang terus mengguyur sepanjang malam. Beruntung pagi ini cuaca cerah. Perjalanan menuju bandara pun lancar. Kami tiba di bandara dengan selamat tanpa ada halangan rintangan. Karena suami Fifin harus berangkat ke tempat kerja, maka Fifinpun hanya mengantar kami sampai depan pintu masuk. Kami saling berpelukan dan mengucapkan terima kasih atas kebaikan keluarga Fifin. Teman yang baik adalah rizki yang tak ternilai. Bersyukur memiliki teman seperti Fifin. Setelah berfoto sejenak Fifinpun pergi meninggalkan kami dengan lambaian tangannya. Kami membalasnya hingga mobil Fififn hilang dari pandangan.

Bersama Fifn.

Dalam Monorel 
Tempat yang kami tuju lebih dulu di bandara adalah tempat penitipan barang untuk mengambil koper besar yang kami titipkan kemarin sore. Setelah koper kami dapatkan, kami bergegas ke konter cek in. Setelah memperoleh boarding pass, kami berjalan menuju pemeriksaan passport. Setelah mendapatkan stempel dari petugas kami harus segera menuju pintu keberangkatan. Untuk meuju kesana, kami harus naik monorel. karena terminal keberangkatan terpisah dengan terminal cek in.


Akhirnya kamipun tiba di gate C22 seperti yang tertera pada Boradingpass. Kami menunggu beberapa waktu untuk selanjutnya siap menaiki pesawat. Dengan senyum ramah para pramugari menyambut kami di pintu kabin. Beberapa diantaranya membantu para penumpang mencarikan tempat duduk sesuai dengan nomor yang tertera pada boarding pass mereka.
Setelah semua penumapang dan awak siap, dan semua standar operasional sudah dilakukan seperti penjelasan penggunan fasilitas keamanan saat keadaan darurat dan sebagainya, pesawatpun siap terbang meninggalkan kota Kuala Lumpur menuju London, UK.