5. LOST IN MANCHESTER
|
Old Trafford Stadium in Manchester (dok. pribadi) |
Kamis, 29 Juni 2017 pagi-pagi
sekali saat orang –orang masih terlelap di balik selimut, kami sudah selesai
mandi, Sholat Subuh bahkan merapikan tempat tidur serta mengemas koper dan
barang bawaan lainnya. Aku dan Daeng seperti biasa sudah menyelesaikan semuanya
lebih dulu. Sementara mbak Erna masih mengepak koper yang akan kami titipkan di
Hostel selama kami berada di Machester. Rasa penasaran untuk melihat-lihat
sekitar lingkungan Bayswater membuat kami segera turun. Sambil menunggu waktu
sarapan, kami berdua sengaja keluar hostel terlebih dahulu menuju Bayswater
road. Novi segra menyususl karena ia juga ingin ikut menyambangi kawasan
Bayswater.
Disebelah selatan Bayswater Road
terdapat dua buah taman yang luas yaitu
Kensington Garden di sebelah barat dan Hyde Park disebelah timurnya. Taman yang terdekat dari
hostel kami adalah Kensington Garden. Untuk mencapai Kensington Garden, dari hostel kami cukup berjalan kaki saja.
Dari depan hostel di jalan Inverness Terrace kami mengambil arah ke kiri yaitu
menuju selatan hinggga Bayswater Road.
Setelah tiba di Bayswater Road kami menyebrang jalan dan langsung
menemukan pintu kecil menuju taman.
Tidak terlalu banyak orang yang kami temui disana mungkin karena hari masih
pagi. Hanya beberapa orang yang sedang bersepeda,
ada pula yang berjalan sambil menuntun anjing peliharaan mereka.
Dari pintu masuk tadi kami
mneyusuri jalan setapak yang membentang lurus dan panjang. Berbagai jenis
pepohonan berjejer rapi sepanjang jalan setapak yang kami lalui. Beberapa ekor tupai
malu-malu menyembulkan kepalanya dibalik pepohonan, lalu cepat bersembunyi lagi
saat berpapasan dengan kami, sungguh menggemaskan. Ingin rasanya mengejar dan
menangkap mereka. Burung-burung tidak kalah menariknya, memamerkan kepakan
sayap dan cuitan merdunya saat kami melewati mereka di sekitar pepohonan yang
hijau dan rindang. Kutarik nafas dalam -
dalam. Udara segar terasa menyusup kedalam kalbu membuat dada terasa lega dan
nyaman. Setelah beberapa ratus meter menyusuri jalan setapak tadi, kami
menjumpai persimpangan jalan. Kami mengambil jalan yang mengarah ke kanan yaitu ke sebelah barat. Taman ini benar-benar
terawat, tidak ada sampah yang tercecer bahkan tempat sampah untuk kotoran
binatangpun disediakan secara khusus terpisah dengan sampah umum.
Sebuah kolam menyerupai danau kecil
berbentuk lingkaran tampak didepan kami. Kolam ini dikenal dengan nama The Round Pond sesuai bentuknya bundar. Nampak burung - burung sedang mematuk-matuk biji-bijian
pinggiran kolam. Celotehan mereka terdengar nyaring seolah –olah sedang saling
menyapa diantara mereka. Angsa-angsa putih dan bebek-bebek liar berenag-renang
di dsisi kolam. Sebuah bangku kayu tersedia di depan kolam memberikan tempat duduk
kepada pengunjung yang ingin meninkmati keindahan The Round Pond dan sekitarnya. Di sekililing kolam terdapat trek
berpasir untuk jogging. Kulihat ada dua orang pria sedang berlari kecil
mengitarinya. Seorang wanita setengah baya tengah meregangkan otot-otot tangan
dan kakinya di samping bangku kayu depan kolam.
Tergoda juga kami untuk singgah dan
duduk sejenak di bangku taman itu sambil menikmati pemandangan The Round Pond dengan bebek, angsa dan
burung-burungnya. Brurung-burung berkejaran seolah bercanda sambil berebut
biji-bijian yanag mereka temukan. Pemandangan yang lucu dan menyenangkan.
Penasaran mencoba berjalan mengelilingi danau mengikuti trek yang ada membuat
kami sedikit berkeringat. Aku dan Daeng duduk kembali di bangku taman, sementara
Novi asyik mengambil gambar dan video aktifitas burung, bebek dan angsa disana.
|
Kensington Garden (Dok. Pribadi) |
Setelah puas menikmati kolam dan
pemandangan sekitarnya, kami menyusuri jalan setapak kembali arah kanan atau
menuju ke arah barat. Beberapa meter kemudian kami tiba di jalanan beraspal. Di
seberang jalan tanpak sebuah bangunan serupa istana yang dikelilingi pagar yang
tidak terlalu tinggi dengan taman yang indah. Bagian depan halamannya terdapat
kolam dengan patung Ratu Victoria bercat putih ditengahnya. Ternyata itu adalah Kensington Palace. Istana
ini merupakan kediaman kerajaan di Kensington Garden di borough Kerajaan
Kensington dan Chelsea, London, Inggris. Bangunan itu telah berfungsi sebagai
kediaman bagi keluarga kerajaan Britania Raya sejak abad ke-17 dan kini menjadi
kediaman resmi bagi Pangeran William dan istrinya (Duke dan Dutches of
Cambridge) serta anak-anaknya, Pangeran
Harry, Pangeran Richard dan lain-lain. (Sumber: Wikipedia).
|
Kensington Palace(Dok. Pribadi) |
Sejenak kami menikmati keindahan
Istana, untuk selanjutnya kembali ke hostel. Dengan mengikuti jalan beraspal yang
dikenal dengan Broad Walk yang menuju ke arah utara, kami tiba di tempat arena
bermain anak-anak semacam pasar malam atau sirkus. Namun, karena hari masih
terhitung pagi, semua arena permainan masih tutup. Tidak jauh dari tempat
bermain tadi, tampak berjejer sepeda sewaan. Kami mengamati beberapa sepeda
yang terkunci. Jika hendak menggunakannya kita tinggal memasukan koin untuk
membuka kuncinya. Setela puas mengamati
sepeda, kami akhirnya meninggalkan taman melalui pintu yang tidak jauh dari
tempat sepeda tadi. Pintu itu mengarah ke Bayswater Road sebelah timur. Jadi
untuk kembali ke hostel kami harus mengambil arah ke kiri atau ke arah barat.
Setibanya di hostel, kami segera
menuju ruang makan di lantai dasar setelah menemui mbak Erna terlebih dahulu
tentunya. Selepas sarapan kami menurunkan koper-koper dan barang bawaan ke
lobi. Kami segera menuju receptionist
untuk melakukan check out dan
menitipkan koper-koper kami. Beruntung koper- koper yang ditiipkan tidak
dikenakan biaya tambahan. Kami boleh menitipkannya dihostel selama beberapa
hari seacara gratis. Setelah memastikan semua koper tersimpan di gudang penitipan
barang, kami langsung berangkat berangkat ke stasiun Bayswater untuk mengambil
moda kereta bawah tanah (tube) menuju ke Stasiun Victoria.
|
Bayswater Underground Station (Dok. Pribadi) |
Dari Bayswater kami menggunakan
jalur Circle Lines menuju Victoria
Station. Dengan waktu kurang tempuh lebih 12 menit dan melewati 5 stasiun pemberhentian,
kami tiba di Victoria Station. Dari bawah tanah kami menaiki anak tangga menuju
jalanan kota. Dari depan Victoria Station, kami berjalan kaki ke arah kiri,
tepatnya ke arah selatan menyususri Bukingham Palace Road hingga perempatan
jalan lalu mengambil arah ke Elizabeth Street. Maka tibalah kami di depan
Victoria Coach Station (Stasiun Bus Victoria).
Mba Erna segera mengeluarkan Megabus
booking ticket untuk melakukan check in. Setelah melakukan check in di counter Megabus dan memdapatakan boarding pass, kami langsung menuju ruang tunggu penumpang. Megabus
adalah salah satu perusahaan bus yang mendominasi angkutan antar kota bahkan
antar negara yang mempunyai base camp
di Victoria Coach Station selain perusahaan bus National Express. Selama kurang lebih 30 menit kami menunggu
bus yang kami pesan. Terdengar suara dari mikrofon yang mengumumkan waktu
boarding untuk Megabus jurusan Manchester. Kami segera menuju pintu
keberangkatan dan menaiki bus sambil memperlihatkan tiket dan buku passport
masing-masing kepada kondektur bus. Sekitar pukul 09.30 waktu London, bus yang kami
tumapangi meluncur meninggalkan stasiun Victoria menuju Manchester.
Sekitar 4 jam lebih 15 menit waktu
yang kami tempuh dari London ke Manchester. Akhirnya kami tiba di Shudehill
Interchange Stand G di Manchester. Gedungnya tidak terlalu besar, diadalamnya bisa
kita temui counter perusahan bus,
café, toilet umum dan ruang tunggu dengan kursi-kursi panjang dari stenless.
Menurut mba Erna untuk mencapai Old trifold kita harus naik trem di halte
Exchange Square. Sebetulnya di Shudenhill Interchange tadi aku sempat melihat
denah gedung dan jalan-jalan sekitarnya. Tapi karena tidak begitu jelas
akhirnya ya bingung juga. Yang jelas arah yang harus kami ambil adalah ke
sebelah barat. Setelah berunding dan berfoto sejenak dalam gedung Shudehill
kamipun beranjak keluar mencarai jalan menuju Exchange Square.
|
Shudehill Interchange Stand G, Manchester. (Dok. Pribadi) |
Seorang pria setengah baya berkulit
gelap tapi berpenampilan rapi melintas dekat kami. Tanpa pikir panjang lagi
langsung aku menyapanya.
“Excuse me, Sir. Would you mind telling me
the way to Exchange Square?
“ Hmmm. OK. Follow me!” jawabnya singkat
setelah sejenak mengernyitkan dahi. Namapaknya si Mister enggan menunjukkan
jalan dengan menerangkan jalurnya kepada kami. Mungkin dia tahu kalau kami rada
telmi alias telat mikir. Jadi Ia lebih suka menyuruh kami mengikuti saja. Praktis
tak perlu kata-kata. Kamipun setengah berlari mengikuti si Mister yang berjalan
dengan cepat menyebrang jalan didepan stasiun lalu belok kiri dan menyusuri
jalanan sepi dengan batu-batu bundar seperti bola dengan ukuran besar seperti
yang aku jumpai di alun-alun ujungberung karya Ridwan Kamil, menghiasi trotoar
jalanan. Lalu kami diajak untuk menyebrang jalan lagi dan masuk ke gedung The
Printworks dimana dalam gedung itu terdapat beberapa café dan restorant seperti
washabi Sushi, Peachy keens, Waggamma Manchester Printworks, dan Hard Rock
Café. Ada juga Bisokop Vue Cinema Manchester and Printworks IMAX. Setelah
melewati café-café tersebut tibalah kami di pintu keluar gedung.
“Over There”, kata si Mister sambil
menunjuk ke sebrang jalan. Disana nampak halte trem dengan beberapa trem sedang
menaikan dan menurunkan penumpang.
“Ok. Thank You so much, sir” balasku
sambil sedikit membungkuk tanda hormat.
“You’re welcome. Have a nice trip.”
“Thank you.”
|
National Football museum, Manchester (Dok. Pribadi) |
Secepat kilat si Mister yang baik hati itupun menghilang
entah kemana arahnya. Cepat sekali dia berjalan. Beruntung kami masih bisa
mengikutinya tadi. Kami masih berdiri depan gedung Printwork. Mengamati situasi
sekelilingnya. Aku menatap ke arah kanan sebrang jalan ada National Football
Museum. Jadi kenapa tidak kita ambil kesempatan untuk mengunjunginya sejenak?
Maka segeralah kami menuju ke tempat itu. Tidak butuh waktu lama untuk menuju
kesana. Kami hanya menyebrang jalan saja. Tulisan NATIONAL FOOTBALL MUSEUM
terpampang jelas di atas gedung dibagian paling atas, dibawahnya
beruturt-turut, DRAMA, HISTORY, SKILL, ARTFAITH, STYLE, PASSION DAN FOOTBALL. Dibagian
bawah terdaat keterangan Free Entry, Daily Open, Open Monday-Saturday 10 a.m -5
p.m. dan Sunday 11 a.m. – 4 p.m. lalu THIS WAY denga arah panah menunjuk ke
pintu masuk. Sepanjang jalan menuju
pintu masuk ada walk of fame dari
para pemain sepak bola yang terkenal dunia. Aku menemukan Christiano Ronaldo
(Portugal), mba Erna mendapatkan Zinedine Zidane dan Thierry henry (France), Daeng
memilih Pele (Brazil).
Tiba di pintu masuk, kami masih
sedikit ragu, apakah ini betul-betul free
entry? Bismillah, kamipun masuk ke bagian dalam gedung. Di meja resepsionis
ada beberapa petugas yang siap melayani para pengunjung. Karena penasaran kami bertatanya
kepada petugas di keja resepsionisi, apakah kami harus bayar tiket atau tidak.
“Should
we pay the ticket, miss?” tanyaku ragu.
|
National Football Museum, Manchester (Dok. Pribadi) |
“No.
it’s free. Please enjoy the gallery” jawabnya dengan senyum manis.
Begitu masuk ke bagian yang lebih dalam kami disuguhi layar
besar yang menyajikan cuplikan film kegiatan sepak bola zaman dahulu. Filmnya
masih hitam-putih. Di bagian berikutnya terpajang foto-foto para pemain
sepakbola dunia dengan jersey mereka masing-masing dalam bingkai yang berbeda. Tidak
ketinggalan sepatu-sepatu mereka pun ada dalam bingkai khusus yang dipanjang pula
di dinding ruangan. Setelah puas mengelilingi isi museum, kami meninggalkan
museum menuju Exchange Square.
Di exchange Square, kami mulai agak
bingung, sedikit sih. Bagaimana cara mendapatkan tiket untuk naik trem menuju
Old Trafford. Disini kami tidak menggunakan kartu Oyster, karena kartu itu hanya
berlaku untuk alat transportasi di sekitar London saja. Setelah mengamati
sekelilingnya, akhirnya kami tahu dimana harus memdapatkan tiket. Mesin yang
ada di halte itu menyediakan tiket yang kita butuhkan. Moda transportasi kali
ini adalah Manchester Metrolink. Mula-mula agak bingung juga cara
mengoperasikan mesin ini. Maklum di kampungku tidak ada mesin tiket seperti
ini. Aku hendak bertanya kepada seorang wanita setengah baya yang baru turun
dari trem, menurut pepatah malu bertanya sesat di jalan. Tapi tenyata dia
terburu-buru untuk naik trem berikutnya. Penasaran, aku dan mba Erna mencoba
membaca petunjuk yang ada di mesin satu persatu. Ternyata kita tinggal memilih
jenis tiket yang akan kita beli, apakah harian, one day trip, tiket mingguan
atau langganan bulanan. Kami memilih one day trip untuk 4 orang. Setelah uang
kita masukkan, maka tiketpun keluar dengan sendirinya, disusul uang
kembaliannya. Bingo!
Selang beberapa menit datanglah
trem jalur 5 yaitu jurusan East Didsbury - Rochdale Town Cwntre. Setelah melewati tiga
stasiun pemberhentian maka tibalah kami di keempat yaitu Trafford Bar. Tempat pemberhentian
ini tampak sepi sekali, hanya beberapa orang yang turun di tempat ini. Keluar
dari stasiun pemberhentian, kami mulai mencarai jalan menuju Old Trafford Manchester United stadium.
Kami tidak bisa membuka aplikasi Google
Map karena tidak ada sinyal internet. Maka kamipun mencoba bertanya lagi kepada
orang yang ada disekitar situ. Di sekitar stasiun suasananya sepi, hanya ada
satu dua orang yang tampak. Tapi jika sedang musim pertandingan pasti penuh
oleh para supporter sepak bola. Kebetulan dari arah berlawanan ada dua orang
gadis remaja yang tengah berjalan di trotoar. Tentu saja kesempatan ini tidak
kami sia-siakan.
“Excuse
me. Would you like to show me the way to Manchester Stadium?”
“Let me see. Hmmm go straight, then take the left turn. Go straight
again until you find the cricket stadium then take the right turn. That the way
to the stadium.” Kata mereka sambil menunujuk kearah jalan di depan kami.
Aku manggut-manggut saja walau tidak terlalu yakin.
“Ok,
thank you very much” jawabku sambil tersenyum.
“You’re
welcome.”
Kamipun berjalan terus ke arah
jalan yang ditunjukkan oleh kedua gadis tadi, belok kiri sedikit lalu
luruuuuuuuus saja. Setelah sampai di stadion kriket kami harus belok ke kanan, begitu kata mereka
tadi. Rasanya sudah jauh berjalan tapi tidak tanda-tanda adanya stadion kriket.
Jalanan yang kami lewati sedikit basah sisa-sisa air hujan. Dedaunan di
pohonpun terlihat sebagian masih basah. Bangunan-bangunan di sepanjang jalan tampak
sepi penghuni. Ada rasa ngeri juga dalam hati, membayangkan jika berjalan
sendirian di tempat ini. Jalanan pun hanya sesekali dilewati kendaraan. Saat kami
tiba di pertigaan jalan, karena penasaran dan rasa tidak sabaran, kami bertanya
lagi kepada seorang anak laki- laki yang tampak mengenakan seragam sekolah,
mungkin ia anak Sekolah menengah.
“Excuse
me, do you know the way to Manchester stadium?
“Just
go straight.” Katanya sambiul menunjuk ke sebrang jalan. Berarti kami harus
menyebrang dan ambil arah kanan di pertigaan itu. Sebetulnya kami sedikit ragu
atas jawabannya.
“Ok.
Thank you.” kamipun mengikiti petunjuknya. Jalanan yang kami telusuri
terasa sedikit menanjak. Sepertinya jalan yang kami lewati semakin mengarah ke
kiri atau barah barat. Setelah berjalan
beberapa ratus meter, kami melihat atap sebuah stadion dan kami yakin itu
adalah stadion MU yang kami cari. Tapi kami masih ragu dan bingung jalan mana yangnharus
kami lalui untuk mencapainya. Selang
beberapa waktu, aku melihat ada plang bertuliskan Manchester stadium dengan
tanda panah mengarah ke sebarang jalan. Lalu kami ikuti jalan itu hingga tiba
di jalan raya yang lebar tapi lengang, mirip jalan bypass di jalan soekarno
Hatta Bandung saat baru dibangun dulu. Di sebrang jalan sebelah kiri kami melihat
ada 2 restoran cepat saji yaitu KFC dan Restoran Fish and Chips Harry Ramsdens.
|
Makan siang di KFC, Manchester (Dok.Pribadi) |
Dalam suasana kebingungan ditambah
rasa lapar karena belum makan siang, kami sepakat untuk makan terlebih dahulu. Kami
meyebrang dan bergegas menuju KFC karena ingin makan ayam goreng, setelah di
London kemarin kami makan fish and Chips. Setibanya di restaurant cepat saji
itu, kami memesan 4 porsi kentang dan ayam goreng serta sebotol coca cola
ukuran 1,5 liter. Kami menyantap kentang
dan ayam goreng dengan saus tomat dan saus sambel yang sengaja kami bekal dari
tanah air, karena restoran tidak menyediakan saus apapun seperti halnya di
Indonesia.
Selepas makan kami segera
membereskan barang bawaan kami, meyakinkan tidak ada barang yang tertinggal.
Coca cola yang masih tersisa sebanyak setengah botol kami bawa untuk bekal di
perjalanan selanjutnya. Dari depan
restoran kami mengambil arah ke kiri atau timur mengikuti alur jalan raya. Kami
terus mengikuti arah kubah stadion yang nampak dari kejauhan bersinar diterpa
cahaya matahari. Karena masih penasaran, kami sempat bertanya lagi kepada
seorang pria setengah baya. Ia hanya memberitahu agar kami mengikuti jalan ini
saja. Kamipun mengikuti jalan sesuai petunjuk pria tadi. Namun jalan yang kami
tempuh nampaknya semakin menjauh dari kubah stadion yang kami lihat tadi. Kami tiba
di jembatan jalan yang melewati sungai. Namun jalan itu ternyata ditutup. Buntu.
Akhirnya kami memutuskan untuk berbalik ke jalan sebelumnya. Feeling
dan logika mengatakan kami harus pergi ke arah barat, karena atap stadion yang
kami lihat tadi ada di belakang restoran KFC tadi. Dengan mengucap Bismillah,
kami ambil jalan ke arah barat sedikit ke utara. Kami sempat menjumpai jalan
yang sedang direnovasi, mungkin ada gangguan dengan gorong-gorong dibawahnya.
Lalu menyusuri jalanan yang sepertinya mengarah ke selatan.
Alhamdulillah, akhirnya kami tiba
di area parkir stadion. Tapi belakangan diketahui bahwa itu tempat parkir umum
yaitu North Car Park N2 East, tepat di samping stadion. Beberapa ratus meter
dari lahan parkir itu, tibalah kami di depan Manchester United Stadium yang
biasa dikenal dengan nama Old Trafford, tepatnya terletak di jalan Sir Matt Busby Way.
Old Trafford adalah sebuah stadion
sepak bola yang berlokasi di Old Trafford, Great Manchester, Inggris, dan
merupakan markas klub sepak bola Manchester United. Dengan kapasitas 75.635 kursi.
Stadion ini merupaka stadion terbesar ketiga dan stadion sepak bola
terbesar kedua di Inggris, serta stadion kesebelas terbesar di
Eropa. Stadion ini terletak sekitar 0.5 mll 0,5 mil (800) dari lapangan Kriket
Old Trafford dan Satsiun trem yang dekat. (sumber ” Wikipedia Indonesia)
Mataku menatap ke bagian atas bangunan
yang berdinding kaca bening kebiruan. Kubaca
dua kata yang tertera diatasnya dengan huruf besar berwarna merah”
MANCHESTER UNITED”. Takjub dan haru menyelinap di hati. Alhamdulillah. Terima kasih
ya Allah Engkau takdirkan aku berada di tempat ini. Dibawah tulisan merah besar
tadi tampak patung seorang pria berpakaian jas lengkap sedang memegang bola di
tangan kirinya, sementara tangan kanannya berada di pinggang. Aku piker mungkin
itu patung manajer MU atau pelatihnya. Entahlah aku tidak terlalu peduli. Di
bagian dasar bangunan sebelah kiri dari arah kami terdapat tulisan “MEGA STORE
dan ENTRANCE” sedandkan diujung kanan “MEGA STORE dan EXIT”.
Lantai halaman depan stadion
tersusun dari paving blok yang diatur sedemikian rupa membentuk gambar bola
yang terdiri dari beberapa segi lima putih dan segi lima merah bata. Sebuah
monument dengan tiga patung pemain sepak bola diatasnya bertuliskan “THE UNITED TRINITY, BEST LAW CHARLTON”
tegak berdiri di depan pintu gerbang. Sementara didalam pagar depan sebelah
kiri dan kanan terdapat bangku-bangku serta meja untuk beristirahat.
Dinding-dinding pagar dipenuhi dengan gambar-gambar foto para pemain sepak bola
club Manchester United. Di bangku-bangku itu kami istirahat sejenak sambil
menghabiskan sisa makanan yang ada di kantong jinjingan merah bermotif bunga
sakura dari jepang.
|
Old Trafford (Dok.Pribadi) |
Puas berfoto dan mengambil gambar
di sekitar halaman depan, selanjutnya kami mengelilingi bangunan hingga bagian
belakang yang menghadap ke area parkir. Bagian gedung satdion ini adalah Red
Café dan Museum & Tour Centre. Bagian depan sebelah atas terdapat tulisan “SIR
ALEX FERGUSEN STAND” lengkap dengan patungnya yang tengah berdiri mengenakan overcoat sambil bersedekap. Saat itu
sedang tidak ada jadwal pertandingan maupun latihan jadi tidak terlalu banyak
orang, kecuali wisatawan yang berkunjung saja. Kami selanjutnya bergerak ke arah
kanan mengelilingi stadion hingga tiba kembali di halaman depan tadi. Kata mba
Erna cukup sudah kita berada disini, dan siap melanjutkan ke Etihad Campus.
Dari halaman depan stadion, kami
ambil jalan ke arah kanan, atau ke arah selatan. Sepanjang jala kami melewati
rumah-rumah penduduk berdinding bata merah yang teratur rapi tanpa halaman dengan
pagar tembok setinggi satu meter dari bata merah juga. Udara dingin mulai
terasa ditubuh kami. Sambil merasakan udara dingin tadi, kami terus berjalan
menyusuri jalanan yang sepi sambil sesekali berhenti dan bersandar pada
tembok-embok pagar rumah. Di perempatan jalan kami melihat rumah khas eropa
dengan cerobong asap dan jendela-jendela di atapnya. Disebrang rumah tadi
tampak sebuah bangunan stadion kriket yang disebutkan dua gadis tadi. Ternyata
stadion kriket yang dimaksud dua gadis remaja tadi itu ada disini. Seandainya
tadi kami patuh dengan anjuran mereka, tentu kami tidak akan terlalu
berputar-putar hingga di tempat tujuan tadi. Tapi itu sudah berlalu, wisatawan Indonesia
konon sudah biasa tersesat, kalau tidak tersesat bukan orang Indonesia namanya.
Benarkah?
Dari perempatan stadion kriket itu
kami belok ke kiri lalu terus berjalan menyususrinya trotoar hingga ke stasiun
pemberhentian trem di Trafford Bar kembali. Kami ambil trem dengan jalur Purple Line dan turun di Piccadilly
Gardens. Lalu berjalan lagi sedikit hingga Piccadilly Garden Stop (stop D). Disini
kami sempat bertanya kepada seorang petugas di tempat pemberhentian tersebut
untuk menanyakan trem yang menuju ke Etihad campus. Bapak petugas tadi
memberitahukan bahwa trem yang akan mengantar kami ke Etihad Campus adalah jalur blue
line dengan jurusan Ashton under
lyne – Eccles. Tidak lama kemudian trem yang ditunggu sudah dating. Kami bergegas
naik. Perjalanan menuju Etihad Campus lumayan panjang, karena harus melewati 9
stasiun pemberhentian. Namun waktu yang ditempuh hanya sekitar 10 menit dan
tibalah di stasiun Etihad Campus.
|
Etihad Campus, Manchester (Dok.Pribadi) |
Dari jalur rel, kami menaiki
beberapa anak tangga. Kurang lebih 5 menit kami berjalan kami tiba di area Etihad
Campus, atau stadionnya Manchester City. Sesampainya di halaman stadion, kami
segera mencari tempat wudhu untuk sholat dhuhur dan ashar. Suasanannya sepi
sekali. Seperti tidak ada orang disekitar ini. Kami tidak menemukan tempat yang
cocok untuk sholat. Akhirnya kami sholat di antara bangku-bangku yang ada di halaman.
Aku dan mbak Erna sholat lebih dulu berjamaah berdua. Sementara daeng masih
mencari toilet untuk buang air kecil. Karena bingung tak tahu arah kiblat dari
tempat itu akhirnya aku memutuskan sholat menghadap ke depan dari pintu masuk
menuju stadion. Setelah kami selesai sholat, giliran Novi dan Daeng yang sholat berjamaah. Aku dan
mabk Erna mencoba mengamati lingkungan sekitarnya. Aku dan mbak Erna kembali ke
tempat kami sholat tadi. Kulihat Daeng dan Novi yang sedang sholat berjamaah.
Menggelikan juga melihat mereka sholat menghadap kea rah pinti kadatangan tadi.
Artinya berlawanan dengan arah aku dan mbak Erna Sholat tadi. Tapi tak mengapa
Allah Maha Tahu dan semua arah adalah milik Allah.
|
Manchester Cenotaph Monumen(Dok. Pribadi) |
Usai sholat kami mengelilingi
stadion yang sepi ini hingga memutar kembali ke arah kedatangan kami tadi. Hari
sudah semakin sore, kami harus bergegas khawatirakan ketinggalan trem yang
terakhir. Anak-anak tangga yang kami turuni tidak terlalu curam namun tetap
saja harus hati-hati gerakan menurun rasanya lebih berat karena kaki dan lutut
kita menahan bobot badan. Begitu kami tiba di jalur rel, datanglah trem dari
arah kanan yaitu jalur blue lines dari
Satsiun Ashton-under-Lyne menuju Eccles. Kami langsung melompat ke dalam trem. Kami
benar-benar sudah kelelahan dan terkantuk-kantuk. Namun kami harus tetap
waspada jangan sampai terlelap agar tidak terbawa terus sampai tujuan akhir
trem di Eccles. Empat pemberhentian kami lewati sudah, tibalah di pemberhentian
terakhir kami yaitu St. Peter’s square. Bergegas kami turun dari trem untuk
selanjutnya menunggu trem lain di jalur green
lines jurusan Rochdale Town Centre dan turun di Exchange Square.
St. Peter’s Square adalah sebuah
tempat yang sejuk dan rindang dengan
pepohonan, dimana terdapat sebuah monument bersejarah tepat di depan jalur
pemberhentian trem. Bangunan monumen itu adalah Manchester Cenotaph. Manchester
Cenotaph adalah sebuah peringatan perang dunia pertama yang dirancang oleh Sir
EdwinLytyens untuk St. Peter’s Square, Menchester, Inggris. Di lokasi monument
tersebut sendiri sudah berdiri lebih dulu bangunan gereja Santo Petrus.
Kerongkonganku rasanya kering, aku
mecoba mencari sesuatu yang dapat diminum dari dalam tas selempangku. Aku
teringat dengan tas jinjing yang dibawa Daeng, di dalamnya ada dua dus kue
Kartika sari dan setengah botol Coca cola. Tapi saat aku menanyakan tentang tas
jinjing itu Daeng tidak membawanya. Ternyata Ia lupa menaruh tas jinjing itu di bawah jok
trem saat kami terlelap tadi sekembalinya dari Etihad Campus. Berarti tas itu
terbawa oleh trem tadi ke Eccles. Lalu bagaimana? mungkinkah tas itu bisa kembali lagi ke tangan
kami? Dengan rasa kecewa kami duduk di bangku taman dekat monument Cenotaph.
Lalu mba Erna menyarankan untuk menghubungi Call center, barangkali operator
bisa membantu kami menemukan tas tadi. Lalu mba Erna memberikan telepon
genggamnya yang sudah terisi kartu sim lokal.
Aku coba menghubungi nomor yang
tertera pada kaca ticketbox di halte.
Dari seberang sana terdengar suara wanita.
“Hallo,
what can I do for you?”
“Excuse
me, mam. “I’m Mardiani. I’m foreigner. I’m from Indonesia.
“Aha,
and Then?”
“I
left my bag on the tram just now.
“What
kind of bag?”
“It
is semi-plastic bag. Red in colour and full of flower picture on it.
“What
does it contain?
“Come
cookies in the paper box and a bottle of Coca cola.”
“
What? Coccain?”
“No,
Cookies, cakes, kind of food,”
“Which
line the tram was?”
Saat itu aku tidak terlalu paham
jalur apa yang aku ambil aku jawab sekenanya saja.
“I
don’t know but It was from Etihad Campus.”
“Where
is your posision now?”
“I’am
at St. Peter’s square.”
“Allright,
I will try to ceck it up. Can you tell me your number please?”
“Oh
sorry, I forgot the number. Let me ask my sister, first.” Kututup telepon
genggamnya dan bergegas menghampirir mbak Erna. Dan ternyata mba Erna juga tidak
hafal nomornya. Jadi harus ngecek ke telepon yang sempat dihubungi tadi.
Akhirnya nomor itupun didapat. Aku segera menghubungi layanan call center tadi
dan memceritakan ulang kejadiannya serta memberikan nomor telepon yang kami
miliki.
“Alright,
I will call you when we get the information.” Ujar wanita disebrang sana.
Sebetulnya percakapan kami tadi tidak semulus itu. Banyak pertanyaan yang tidak
aku pahami dan tidak bisa aku ceritakan. Yang jelas masih teringat adalah suara
disebrang telepon tadi suara wanita yang dalam bayanganku adalah seorang wanita
dengan rambut
blonde diterikat
kebelakang dan mengenakan kacamata. Logat biacaranya atau dialeknya aneh
ditelingaku. Mungkin British English logat Manchester.
Agak sulit juga aku memahami apa yang ia
ucapkan. Percakapan tadi hanyalah sebagian dari apa yang bisa aku tangkap. Sisanya
tidak jelas apa yang ia bicarakan, seperti suara orang yang sedang
berkumur-kumur. Mungkin listening aku yang jelek. Sepertinya saat kuliah dulu aku
dapat nilai C untuk
Listening. Masih
untung tidak D dan mengulang mata kuliah itu. Lupakanlah tentang kuliah
Listening, itu sudah berlalu.
Akhirnya kami menunggu di bangku
taman depan halte trem, berharap segera mendapatkan kabar baik dari si wanita blonde di seberang sana. Hari semakin
sore, udara dingin semakin menggigit. Segera kukenankan jaket hitamku. Kutarik
resleting jaketku hingga leher and bersedekap mencoba menghangatkan diri.
Beberapa menit berlalu tanpa kata tanpa suara. Akhirnya mbak Erna memutuskan
untuk mencari makanan di toko terdekat. Entah kemana perginya Mbak Erna aku
tidak terlalu memperhatikan karena konsentrasiku tertuju pada telepon genggam
menanti panggilan dari si Blonde.
Selang beberapa menit mba Erna
datang membawa keripik kentang, sekotak strowberi, sekantung nectarine ( peach) dan sebotol air mineral. Dalam sekejap langsung kami sikat
habis semua makanan tadi. Sambil masih menunggu, kami menyaksikan orang-orang
yang berlalu lalang, semakin sore semakin banyak orang yang kami temui. Mungkin
mereka hendak pulang ke rumah masing-masing setelah beraktifitas di tempat
kerja atau sekolah masing- masing. Yang membuat aku heran adalah mereka
berjalan santai tanpa terlihat kedinginan seperti kami. Padahal pakaian mereka
terutamawanitanya sangat minim. Celana pendek dengan atasan oblong berlengan
pendek, bahkan ada yang teng top pula. Memang saat itu akhir bulan Juni
menjelang musim panas. Tapi bagi kami sore itu masih terasa sangat dingin.
Lama tidak ada kabar jua dari si Blonde, akhirnya kami memutuskan untuk
melupakan kantong merah berbunga sakura dari jepang yang berisi kue Kartika
sari dan Coca cola. Mungkin si Blonde berfikir
kami adalah orang iseng yang mengerjainya karena komunikasi kami yang kurang
jelas. Kami harus kembali ke Exchange Square untuk selanjutnya kembali naik
Megabus menuju London. Dengan lunglai kami merelakan semua itu, segera menuju
halte trem. Tidak lama kami menunggu, trem yang menuju Exchange Square yaitu
jurusan Rochdale Town Centre tiba. Kami segera menaiki trem. Di halte
pemberhentia pertama yaitu Exchange Square kami turun.
|
Hard Rock Cafe, Manchester (Dok.Pribadi) |
Hari sudah mulai malam, lampu-lampu
kota sudah mulai menyala menambah keindahan kota. National Museum football nampak
di depan kami. Jalanan yang kami sebrangi agak sedikit basah bekas titik-titik gerimis air hujan. Lalu kami masuk
ke gedung Printwork melewati took-toko dan restoran di dalamnya. Hard Rock café
disebelah kanan yang pertama kami lewati, sudah mulai ramai oleh pengunjung.
Setelah melewati beberapa toko dan resto atau café, kami keluar dari gedung
Printwork, menyebrangi jalan Dantzic St. Beberapa meter kemudian belok kanan
dan langsung menuju Shudehill Interchange Stand G.
Gerimis turun menemani malam kami
di Manchester. Megabus yang akan membawa kami ke London akan tiba pada pukul
23.50, sekitar tiga jam lagi. Kami menunggu di dalam gedung Shudehill untuk
sholat maghrib dan isya. Karena hari sudah malam toilet umum di dalam gedung
sudah tutup, begitipun kios kopi disampingnya. Aku dan Daeng berkeliling dalam
gedung mencari barangkali ada toilet dibagian lain. Nihil. Akhirnya kami
tayamum dan sholat di ruang tunggu, beralaskan koran.
Lepas solat maghrib dan isya, ada
beberapa orang masuk ke ruang tunggu, nampaknyai satu keluarga. Kami dapat mengenali
dengsn jelas bahwa mereka orang Indonesia juga. Ternyata mereka satu keluarga
yang ketinggalan kereta menuju Loverpool. Tidak ada kereta berikutnya malam
ini. Mereka hendak mencari bus sebagai akternatif lain untuk menuju Liverpool.
Sayang, counter Megabus di gedung
itupun sudah tutup. Jadi mereka harus menunggu esok hari untuk melanjutkan
perjalanan. Akhirnya mereka memutuskan untuk mencari hotel disekitar Shudehill.
Sedangkan kami melanjutkan menunggu kedatangan Megabus.
Cuaca yang dingin menbuat rasa
ingin pipis bertambah kuat. Aku merogoh saku jaketku, masih ada recehan poundsterling.
Aku mengajak Daeng untuk membeli makanan di kios-kios diluar sambil numpang
pipis. Pilihanku tertuju pada toko kebab Turki, yang aku rasa lebih aman
kehalalannya. Dari gedung interchange kami menyebrang diiringi rintik gerimis.
Kami membeli 2 pak Chips Curry
seharga £5. Namun sayang mereka tidak menyediakan toilet, sehingga kami kembali
ke gedung Shudehill dengan 2 pak Chips
Curry. Sebungkus untuk aku dan Daeng, sebungkus lagi untuk Novi dan Mbak
Erna. Dan tentang pipis itu, terpaksa harus kami tunda.
Tiba waktunya Bus datang, kami
segera naik dan mencari tempat duduk yang masih kosong. Setelah bus melesat
meninggalkan Shudehill, aku segera ke toilet yang ada di lantai bawah untuk
menumpahkan semua yang sudah ditahan sejak sore tadi. Tidak lupa berbekal
tissue basah karena air dalam toilet terbatas. Akhirnya, Plong. Setelah aku
naik kembali menuju jok tempat dudukku, giliran Daeng yang turun untuk melepaskan semuanya.
Begitupun Mba Erna dan Novi semua melakukan hal yang sama. Selanjutnya kami
terlelap di tempat duduk masing-masing dengan kenangan seru selama di
Manchester.
Sampai jumap lagi di London esok hari ...!
Nb: saran untuk kalian yang akan mengunjungi Manchester dan hendak menggunakan trem Metrolink, sebaiknya jangan turun di stasiun pemberhentian Trafford Bar
seperti kami, tapi satu halte berikutnya yaitu Old Trafford Station. Dari stasiun
itu kita tinggal lurus saja melewati stadion kriket hingga tiba di tempat
tujuan tanpa harus berbelok belok.